Transfer Ilmu Dari Youtube

Senin, 16 Agu 2021 | 17:23:33 WIB - Oleh Nurdin Cahyadi | Dibaca 1369


Transfer Ilmu Dari Youtube
   

 

 

Oleh : Widdy Apriandi 

 

(Penulis adalah Redaktur Website Dinas Pendidikan Purwakarta Sekaligus Mahasiswa Pasca-Sarjana IPB) 

 

Belakangan, saya sering menyaksikan video pembelajaran di channel youtube. Lebih khusus, para guru di Kabupaten Purwakarta. Termasuk, pada proses perkuliahan saya pribadi yang hingga sementara ini masih menggunakan format belajar daring (online). Fenomena ini menurut saya menarik. Dan lagi, tersisip banyak keunggulan (advantage) ketimbang pola pembelajaran ‘konvensional’ yang mengandalkan tatap muka. 

 

Ya, jujur saja, saya merasa lebih senang belajar dengan cara begitu. Rasa-rasanya seperti tidak ada ‘intimidasi’ saja. Entah “intimidasi” dalam rupa eksistensi guru/dosen/pengajar yang tidak menutup kemungkinan mengekspresikan sifat superlatif kepada para siswa. Atau, “intimidasi”dalam bentuk sekat ruangan dan waktu yang sangat kaku (rigid) dan bias tekanan (stressing) pada mental. 

 

Justru, pada pembelajaran virtual (seperti melalui bahan ajar di channel Youtube), saya merasa bebas dan kreatif. Belajar terasa menyenangkan dan ‘hidup’. Materi bisa disimak dengan santai tapi serius. Sambil ngopi dan ditemani cemilan kesukaan. Sungguh, saya pikir, beginilah mestinya belajar itu. Sepengalaman saya, transfer ilmu mengalir begitu saja. Tanpa desakan berarti. Apalagi, ‘sengatan’ keharusan yang menyebalkan. 

 

Selebihnya, belajar virtual meniscayakan pendidikan tanggung jawab di waktu yang sama. Apa artinya kebebasan tanpa tanggung jawab, bukan? Konkritnya, toh percuma bahan ajar tersedia di channel youtube (dan bisa dipelajari kapan saja ; Pen) tetapi tidak diikuti dengan tanggung jawab pembelajaran yang ajeg. Keukeuh. Percuma. Sebab, yang terjadi justru bahan ajar tersebut akan terbengkalai begitu saja dan sia-sia. 

 

EKOSISTEM PEMBELAJARAN YANG MANTAP 

 

Karena itu, hemat saya, faktor penting yang harus terpenuhi untuk ‘menjamin’ keberhasilan belajar virtual adalah ekosistem. Dalam hal ini, seorang siswa bukan sepenuhnya pribadi sendirian yang terpisah dari lingkungan sekitarnya. Tidak. Sebaliknya, ia adalah bagian dari lingkungan itu sendiri. Bila lingkungan terdekat tidak mendukungnya untuk menjadi pembelajar, maka akan jadi begitulah ia. Pun sebaliknya, bila lingkungan sekitar cenderung mendukung penuh, maka yang bersangkutan sangat mungkin menjadi pembelajar sepanjang hayat. 

 

Artinya, ada peran orang tua siswa disana. Dan lagi, peran tersebut tidak lagi terbatas (dan dianggap selesai ; Pen) pada urusan ‘alarm’ atau pengingat saja. Seorang ibu atau ayah, misalnya, memarahi siswa se-bawel mungkin karena tidak serius belajar, misalnya. 

 

Tidak. Sebagai bagian esensial dari kehidupan siswa, peran orang tua lebih dari itu. Ia harus bisa menjadi ‘teman’ belajar yang baik. Bertindak sebagai mentor atau pembimbing siswa--sekurang-kurangnya--selagi dalam proses belajar daring.

 

Pada akhirnya, kita tahu bahwa pandemi dengan segala problematikanya teramat berat dan menyusahkan. Tetapi, semoga masih ada sisi positif yang bisa kita rasakan. Paling tidak, di situasi ini, para siswa bisa bertanya kepada orang tuanya ihwal soal-soal matematika, IPS atau Bahasa Indonesia yang tidak mereka mengerti. Di waktu yang sama, orang tua meski terbata-bata akan mulai googling dan--diam-diam--belajar. Hal luar biasa yang sulit terjadi jika bukan karena krisis pandemi!

 

Tabik,



Rabu, 04 Agu 2021, 17:23:33 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 1399 View
Belajar Daring : Keniscayaan Yang Menyenangkan
Selasa, 27 Jul 2021, 17:23:33 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 2133 View
GURU ADALAH GARDA TERDEPAN PENYELAMAT MASA DEPAN
Jumat, 18 Jun 2021, 17:23:33 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 1421 View
Mental Produktif ; Petanda Disrupsi Yang Seringkali Dilirik Sepele

Tuliskan Komentar
INSTAGRAM TIMELINE