Sebagai Problem Kebangsaan, Stunting Adalah Agenda Bersama

Kamis, 27 Feb 2020 | 11:38:02 WIB - Oleh Nurdin Cahyadi | Dibaca 1326


Sebagai Problem Kebangsaan, Stunting Adalah Agenda Bersama
   

Oleh : Widdy Apriandi

(Penulis adalah Ketua Lingkar Studi Welas Asih Sekaligus Redaktur Website Disdik Purwakarta)

Stunting (kekurangan gizi kronis yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan anak) masih menjadi salahsatu ancaman serius yang dihadapi oleh anak-anak Indonesia. Berdasarkan rilis data yang dipublikasi Katadata, hingga akhir tahun angka prevalensi (keterpaparan) stunting anak Indonesia mencapai 27,67%. Angka yang relatif signifikan. Sebab, jika dikomparasikan dengan situasi di Ethiopia yang notabene terkategori negara miskin dan rawan kelaparan, angka prevalensi stunting yang mereka hadapi relatif sama hingga akhir tahun 2019.

World Health Organization (WHO), lembaga internasional yang fokus pada isu kesehatan, sempat 'mendesak' Pemerintah Indonesia untuk menurunkan angka prevalensi stunting hingga minimal 20%. Namun, faktanya, hingga saat ini angka prevalensi stunting masih jauh dari 'target' yang diharapkan WHO.

Meski begitu, aksi Pemerintah Indonesia dalam merespon problematika stunting tetap perlu diberikan apresiasi. Sekurang-kurangnya, secara statistik, jika dibandingkan dengan situasi enam tahun ke belakang, angka prevalensi stunting menurun dari 37,8% (2013) menjadi 27,67% (2019).

PENANAMAN PADI 'ANTI-STUNTING'

Tidak ada solusi yang tepat untuk mengatasi masalah stunting selain mempercepat proses eliminasinya. Dan hal tersebut bukan sesuatu yang mustahil. Masalahnya tinggal bagaimana partisipasi semua pihak untuk terlibat mengatasi problematika stunting Indonesia.

Salahsatu ikhtiar yang sedang digerakkan secara massal adalah penanaman padi yang disebut-sebut berfungsi 'anti-stunting'. Padi tersebut adalah "Inpari Nutri Zinc" yang dikembangkan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan - RI).

Tanpa kecuali, partisipasi penanaman padi jenis itu gencar digerakkan di Kabupaten Purwakarta. Digawangi oleh sejumlah tokoh, seperti H. Dedi Mulyadi (Anggota DPR-RI Dapil VII - Fraksi Golkar) dan H. Purwanto (Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta), penanaman padi Nutri Zinc di Kabupaten Purwakarta menjadi gerakan yang relatif intensif--dan bahkan ekstensif.

Sosialisasi penanaman dilakukan secara massif di berbagai forum. Targetnya ; padi Nutri Zinc bisa ditanam secara luas di banyak lahan tanam di Kabupaten Purwakarta. Tidak hanya itu, ekstensifikasi penanaman juga dilakukan dengan sosialisasi pendekatan urban farming di sekolah-sekolah yang berada dibawah binaan Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta. Yaitu, mengkampanyekan penanaman padi nutri zinc melalui media sederhana seperti ember atau pot.

Gerakan ini jelas membutuhkan dukungan publik, sehingga skala dampaknya bisa dirasakan oleh lebih banyak orang. Ditambah, aplikasi penanaman padi ini pun relatif mudah dalam arti bisa diterapkan oleh siapa saja tanpa perlu keahlian khusus.

Tata laksana penanganan stunting melalui obat-obatan dan makanan pelengkap seperti biskuit dalam perspektif tertentu dapat disebut sebagai solusi. Namun begitu, hal tersebut tidak bisa menjadi solusi yang bersifat berkepanjangan. Alih-alih, hanya menjadi 'obat' yang bernilai temporal alias sementara.

Sebaliknya, penanganan stunting dengan jalan pembenahan sumber makanan pokok seperti padi tidak bisa tidak adalah solusi berkelanjutan (sustainable). Bagaimana tidak?! Nasi adalah makanan paling pokok bagi mayoritas rakyat Indonesia. Sehingga, ketika nasi yang dimakan sudah padat gizi, besar posibilitasnya angka prevalensi stunting anak-anak Indonesia akan semakin turun secara signifikan.

Sekali lagi, semua pihak harus sama-sama ambil peran. Sekurang-kurangnya : mengingatkan dan/atau mengajak orang sekitar untuk lebih awas terhadap isu stunting. Namun, akan jauh lebih baik jika terlibat dalam gerakan penanaman padi Nutri Zinc--entah itu dalam skala luas maupun rumahan.

Pada akhirnya, tentu kita semua menghendaki negeri ini bangkit dan maju. Dan kita pun sadar, peluang itu terbuka lebar karena dalam beberapa tahun ke depan kita akan mengalami surplus generasi muda.

Masalahnya, bagaimana surplus itu bisa menjadi kekuatan (force) sementara 27,67% anak Indonesia masih terpapar stunting? Jangan lupa, stunting tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak saja. Tetapi juga mental dan intelektual. 

Problem tersebut akan mencapai klimaksnya pada tahun-tahun mendatang. Jika tidak teratasi, maka kita akan mendapat diri kita sebagai bangsa minus daya saing di tengah kompetisi global. Surplus jumlah penduduk tidak akan berarti apa-apa selain sebagai "target pasar" strategis bagi merk-merk dagang negara lain. Pun, seperti yang sudah-sudah, kita akan tetap menjadi kuli orang di negeri sendiri. Boleh jadi akan meng-abad. Siapa tahu? Ngeri.

Purwakarta, 27 Februari 2019



Kamis, 20 Feb 2020, 11:38:02 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 406 View
MISTERI LUKISAN ANTIK
Rabu, 19 Feb 2020, 11:38:02 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 2688 View
TUKANG BASO DI TANJAKAN EMEN
Jumat, 14 Feb 2020, 11:38:02 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 2468 View
NU NGAGEUGEUH JATILUHUR

Tuliskan Komentar
INSTAGRAM TIMELINE