ANTISIPASI SISWA KELAS AKHIR PUTUS SEKOLAH

Senin, 04 Mar 2019 | 15:06:27 WIB - Oleh Nurdin Cahyadi | Dibaca 6029


ANTISIPASI SISWA KELAS AKHIR PUTUS SEKOLAH
   

Disdik.purwakartakab.go.id -- Putus sekolah adalah sebuah masalah serius  dan  harus  ditangani bersama, lebih  serius lagi  “jika”  kasus putus sekolah  menimpa siswa  peserta  UNBK  kelas IX  SMP. Pengalaman  penulis yang  kebetulan  mengajar  di tingkat SMP   yang  tak habis  pikir  ada  siswa  kelas  IX  SMP yang  “meminta”  berhenti  atau  putus  sekolah  jelang  UNBK  dengan  alasan  tidak  masuk  akal  : malas  dan tidak  mau lagi sekolah. Bukannya  hal ini tak boleh dibiarkan? Lalu  sebenarnya faktor  apa yang  bisa  menyebabkan  siswa tersebut  ingin  putus sekolah?

Pemerintah pusat  dan daerah  sudah berusaha untuk mengurangi jumlah anak putus sekolah tetapi dibutuhkan bantuan dan dukungan dari masyarakat luas untuk bersama-sama mencegah anak putus sekolah. Selama ini pemerintah berusaha mengurangi jumlah anak putus sekolah dengan dengan memberikan bantuan beasiswa bagi sehingga siswa yang memperoleh beasiswa berhasil menyelesaikan pendidikan.

Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2011, siswa yang masuk SD pertahun berjumlah lebih dari 5 juta tetapi siswa yang lulus SMA/SMK/MA hanya sekitar lebih dari 2 juta. Sekitar 3 juta siswa tidak dapat menamatkan pendidikannya sampai SMA/SMK/MA. Ada siswa yang berhasil menamatkan pendidikan SMP/MTs dan ada siswa yang bersekolah sampai SD/MI. Sebagian besar putus sekolah terjadi sewaktu peralihan dari bangku SD ke SMP atau terjadi pada saat di SMP. Di Indonesia, sebagian besar siswa (99%) menamatkan pendidikan dasar (SD). tetapi mereka tidak melanjutkan ke SMP atau putus sekolah di jenjang SMP dan SMA.

Berdasarkan jumlah putus siswa sekolah terbanyak terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua  dan  Papua Barat, NTB serta NTT. Anak usia sekolah sebaiknya berada di sekolah, apabila ada anak usia sekolah tidak berada di sekolah maka mereka akan berada dalam lingkungan masyarakat yang kemungkinan besar lingkungan masyarakat negatif. Beberapa dari mereka belum siap untuk bekerja tetapi harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Siswa yang putus sekolah itu terjadi pada siswa kelas V (lima) dan kelas VI (enam) serta kelas VIII ( delapan) dan IX ( sembilan ) SMP. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi  siswa putus sekolah di sekolah dasar diantaranya: ( satu ) Lingkungan sekolah yang  tidak  menyenangkan dan model pembelajaran yang diterapkan guru sangat  menjenuhkan ( dua ) Lemahnya  motivasi orangtua  siswa ( tiga ) Lemahnya hubungan  komunikasi guru  dengan  orang  tua / wali  siswa,  keberhasilan pendidikan dan pengajaran ditentukan juga oleh ikatan hubungan yang kuat antara pihak sekolah, pemerintah dan masyarakat. ( empat ) Tingkat pendidikan  orang tua siswa yang rendah  dan faktor kemiskinan.

Dari beberapa faktor  yang mempengaruhi siswa putus sekolah di sekolah dasar maka diperlukan penanggulangan yang serius serta konkrit dari  semua  pihak yaitu (satu) Menanamkan pentingnya pendidikan dengan cara konkret sekolah dan guru menyediakan ruang pertemuan antara  pihak sekolah dengan komite  serta seluruh orang tua siswa untuk membahas pentingnya  siswa bersekolah serta  hambatan-hambatan yang di alami siswa untuk mengembangkan potensinya. (dua) Adanya model Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) dimana  merupakan model pembelajaran yang guru bisa  mengkondisian proses belajar dengan suasana yang sedemikian rupa sehingga siswa terlihat aktif dalam bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan, kreatif serta inovatif dalam mengeksplorasi kemampuan dan ide-idenya.  Secara lebih spesifik, model PAIKEM ini sangatlah menuntut guru untuk lebih mengaplikasikan keprofesionalannya, yang mana guru harus bisa membangun motivasi  siswa untuk  terlibat dalam berbagai kegiatan  yang mengembangkan komponen kognitif, apektif dan psikomotornya  dengan penekanan pada belajar melalui berbuat atau melakukan.

Guru juga harus mempersiapkan alat peraga dan mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik serta menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif termasuk cara belajar kelompok.  Ada  satu lagi  model pembelajaran yang  bisa  diterapkan  yaitu  CTL ini cara kerjanya lebih kepada  kinerja otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan cara menghubungkan muatan akademis atau pengetahuan di dalam kelas dengan konteks kehidupan sehari-hari. (tiga) Penyelenggaraan kegiatan Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN) yang dilaksanakan secara rutin, seperti HUT RI, Hadiknas, Milangkala sekolah, Hari Kesaktian Pancasila, Hari Pahlawan dan hari-hari penting lainnya dengan diisi berbagai perlombaan yang menyenangkan dan bersifat edukatif yang pada akhirnya kegiatan ini tentu akan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. ( empat ) Menjelaskan dan menamkan  PP. No. 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan menjelaskan pula Undang-Undang Perlindungan Anak No 35 Tahun 2014  diantaranya  banyak disebutkan  tentang kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya termasuk juga hak-hak yang wajib diperoleh anak. Penyampaian mengenai implementasi peraturan-peraturan perundang-undangan diatas akan sangat berimplikasi positif terhadap kesadaran para orang tua siswa untuk konsisten menyekolahkan anaknya hingga lulus setidaknya sampai tingkat SLTP, sehingga anak tidak bisa putus sekolah. Semoga.

 

Penulis  :  Isep  Suprapto

Staf  Pengajar pada SMPN 2  Plered

 



Senin, 04 Mar 2019, 15:06:27 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 7656 View
MEMBENTUK KARAKTER MELALUI ORGANISASI
Rabu, 20 Feb 2019, 15:06:27 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 4004 View
Seluruh Siswa di Pedesaan Harus Menikmati
Jumat, 15 Feb 2019, 15:06:27 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 4848 View
BEAS PERELEK DI SEKOLAH

Tuliskan Komentar
INSTAGRAM TIMELINE