Kembali ke Tanah : Refleksi Program Cocok Tanam di Sekolah Pada Momentum Krisis COVID-19

Kamis, 23 Apr 2020 | 14:47:37 WIB - Oleh Nurdin Cahyadi | Dibaca 1448


Kembali ke Tanah : Refleksi Program Cocok Tanam di Sekolah Pada Momentum Krisis COVID-19
   

 

 

Oleh : Widdy Apriandi 

 

(Penulis adalah Pegiat Kopi Purwakarta Sekaligus Redaktur Website Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta) 

 

Kemarin (23/04), pada feed instagram pribadi miliknya, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Purwakarta, H. Purwanto mengulas soal panen padi di area persawahan SMPN 10 Purwakarta. Postingan yang bukan kali perdana. Pertanda bahwa hal tersebut bermakna besar bagi dirinya. 

 

Memang, dalam setiap kesempatan perbincangan (sembari ngopi santai), beliau selalu ‘bawel’ urusan tersebut. Menurutnya, para siswa mesti dibekali wawasan cocok tanam sejak dini. Sekurang-kurangnya, kata dia, para siswa jadi tahu proses cocok tanam padi misalnya. Para siswa tahu bagaimana rangkaian perjalanan padi dari awal tanam, kemudian panen hingga akhirnya jadi nasi yang biasa mereka makan sehari-hari. Dengan begitu, mereka akan menghargai apa yang mereka makan. Sebab, mereka sadar bahwa prosesnya begitu panjang dan tidak mudah. 

 

Lebih dari itu, Kadisdik Purwanto punya visi bahwa para siswa harus bisa lebih mawas diri soal ekologi.  Dia punya alasan mendasar soal hal itu. Beragam persoalan yang muncul hari ini, singgung dia, berangkat dari urusan ekologi. Bencana banjir, misalnya, adalah salahsatu fenomena ekologi yang paling ‘populer’. Seiring makin acuhnya manusia terhadap urusan ekologi, maka banjir pun bukan hal yang aneh lagi. 

 

“Belum lagi urusan global warming yang mengacaukan iklim dan kondisi lingkungan.  Bagaimanapun, hal tersebut adalah efek tak ter-elak-kan dari ke-acuh-an manusia terhadap perkara ekologi. Alam pun merespon dengan caranya sendiri,” katanya dalam seruputan kopi a la vietnam yang begitu digemarinya. Entah kenapa. 

 

REFLEKSI DI MASA KRISIS COVID-19 

 

Jujur saja, kemarin-kemarin, saya masih menganggap gagasan beliau sebagai sesuatu yang casual. Maksudnya, gagasan itu perlu memang. Hanya saja, bagi saya, biasa saja—dalam arti belum ada urgensi yang berarti. Banyak cara lagian yang bisa ditempuh untuk membenamkan karakter sadar ekologi kepada para siswa. Bukan via program cocok tanam saja. 

 

Hingga, ‘ruang’ sosial dan historis pun akhirnya mengantarkan gagasan tersebut pada urgensinya. Yaitu, di masa krisis COVID-19 yang sedang kita lalui saat ini. Program cocok tanam sejak dini kepada para siswa menjadi tidak terhindarkan. Alias : mesti! 

 

Begini. Tanpa bermaksud menggurui, pandemi COVID-19 betulan mengobrak-abrik aspek kehidupan kita sejadi-jadinya. Ekonomi pontang-panting. Banyak orang dirumahkan dan bahkan di-PHK. Kemudian, aspek sosial kita pun bergeser sangat drastis. Disadari atau tidak, ruang sosial kita menjadi begitu terbatas. Beruntung, teknologi mampu menghubungkan kita walau tidak secara fisik. 

 

Mari kita lihat indikator-indikator fundamental saat ini. Terus terang, saya pribadi terkejut. Harga emas anjiok luar biasa. Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya sepanjang sejarah peradaban. Sama halnya, harga minyak dunia turun parah. Fenomena  langka yang amit-amit terulang lagi dalam lain waktu. 

 

Di tengah situasi demikian, semua orang tertuju pada hal primer. Yaitu : sumber makanan! Begitu takutnya, hingga banyak orang terjebak panic buying (membeli secara panik). Mereka memborong sebanyak-banyaknya. Khawatir stok sumber makanan menipis—dan akhirnya mengganggu keberlangsungan hidup. 

 

Siapa tidak terkejut? Pada peradaban yang katanya paling maju ini, kita dipaksa kembali pada hal dasar. Pangan! Apa arti gadget-gadget canggih anda? Apa arti kendaraan-kendaraan keren anda? Apa arti tumpukan tabungan dan deposito anda? Tidak ada! 

 

Pertanyaannya ; bagaimana jika—amit-amit—ketersediaan pangan kita ternyata sampai pada batasnya? Sementara, ada ratusan juta orang yang tersebar dari ujung aceh hingga merauke. Betapa peliknya! 

 

Saya pribadi shock. Ngeri kalau-kalau situasi itu terjadi. Dan jelas anda tahu bagaimana pasar (dan harga tentu saja) bekerja. Ketika permintaan naik dan penawaran terbatas, maka harga akan menjadi gila-gilaan. Apalagi, urusan pangan yang berkaitan dengan hajat hidup! Bukan tidak mungkin, suatu waktu, pada situasi yang paling ekstrim, harga beras bisa seharga emas. Tidak mustahil! 

 

 Pada akhirnya, saya harus akui bahwa program cocok tanam adalah sesuatu yang sangat urgent. Para siswa harus punya skill itu. Harus. Karena kelak, skill itu-lah yang akan menentukan apakah mereka bisa survive atau tidak dalam menghadapi krisis.

 

Pandemi COVID-19 membawa kita pada situasi sulit. Tapi, semoga, masih ada sisi komedi yang masih bisa kita tangkap pada situasi ini. Sebab, separah apapun kondisi yang kita hadapi, selama masih ada tawa—artinya kita baik-baik saja. 

 

Kita sama-sama yakin, krisis ini pasti berlalu. Hanya saja, apakah kita akan menjadi pembelajar sesungguhnya? Atau, tetap bebal meski alam sudah menggelar banyak pertanda?



Senin, 13 Apr 2020, 14:47:37 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 2458 View
SMP di Purwakarta Ujian Sekolah Secara Daring
Minggu, 12 Apr 2020, 14:47:37 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 139954 View
KALIMAT DAN PARAGRAF
Minggu, 12 Apr 2020, 14:47:37 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 2273 View
GURU LAWAN COVID 19

Tuliskan Komentar
INSTAGRAM TIMELINE