AKSARA DAN HARI AKSARA INTERNASIONAL
(Ragam Budaya Lokal dan Literasi Masyarakat)

Senin, 09 Sep 2019 | 08:17:08 WIB - Oleh Nurdin Cahyadi | Dibaca 19707


AKSARA DAN HARI AKSARA INTERNASIONAL
   

oleh : Cucu Agus Hidayat, S.Pd.,M.Pd.
(Pengurus Komunitas Literasi Purbasari Disdik Purwakarta)

Language is a system of arbitrary vocal symbols used for human communication.  (Ronald Wardhaugh)

Manusia sering disebut homo sapien (makhluk berpikir), homo faber (makhluk pencipta alat-alat), homo fabulans (makhluk bersastra), homo ludens (makhluk bermain), homo sosio (makhluk bermasyarakat), dan tentu saja makhluk berbahasa (animal symbolicum). Bahasa melekat dalam diri manusia yang digunakan untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri. Tepat kiranya, definisi dari Wardhaugh di atas dikutip untuk mendefinisikan bahasa sebagai suatu sistem simbol-simbol bunyi arbitrer yang digunakan untuk komunikasi manusia. Dari definisi itu, dan kalau dikaji lebih jauh, ada beberapa butir sifat atau ciri bahasa, yaitu bahwa bahasa adalah : sebuah sistem, berwujud simbol, berupa bunyi, bersifat arbitrer, bermakna, konvensional, produktif, bervariasi, dinamis, alat interaksi/komunikasi, dan identitas penggunanya.

Salah satu sifat atau ciri bahasa ialah berupa simbol. Kata simbol berasal dari bahasa Yunani, yaitu symbolon yang makna dasarnya adalah pengenal, lencana, semboyan sebagai sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain (things that stand for other things). Kata simbol sering dipadankan dengan kata lambang. Dalam semiologi atau ilmu semiotika, kedua kata itu sering digunakan untuk maksud dan arti yang sama. Ilmu semiotik berusaha mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk bahasa. Selain simbol dan lambang, dalam semiologi dikenal istilah lain, yaitu tanda (sign), sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon.

Simbol atau lambang menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara alamiah dan tidak ada hubungan langsung antara lambang dengan yang dilambangkan (arbitrer) atau mana suka. Lambang-lambang bahasa diwujudkan dalam bentuk bunyi ujaran (speech sound) yang berupa satuan-satuan bahasa, yaitu satuan bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia yang diidentifikasi sebagai "fon" (fonetik), "fonem" (fonemik), dan ujaran lain seperti kata atau gabungan kata. Dengan demikian, lambang atau simbol pertama kali dikaitkan dengan bunyi ujaran yang menghasilkan bahasa lisan. Sedangkan bahasa tulisan bersifat sekunder merupakan "rekaman" bahasa lisan dengan pertimbangan dan pemikiran, sebagai usaha manusia untuk "menyimpan" bahasanya atau untuk disampaikan kepada orang lain yang berada dalam ruang dan waktu yang berbeda. 

Dalam bahasa tulisan, simbol atau lambang tulisan diwujudkan dalam aksara. Membahas aksara selalu terkait istilah lain, yaitu huruf, abjad, alfabet, graf, grafem, alograf, kaligrafi, dan grafiti. Huruf ialah istilah umum untuk graf dan grafem atau tanda yang dipakai dalam aksara untuk menggambarkan bunyi ujaran. Graf adalah satuan terkecil dalam aksara yang belum ditentukan statusnya, sedangkan grafem adalah satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan fonem, suku kata, atau morfem, tergantung dari sistem aksara yang bersangkutan. Alograf adalah varian dari grafem. Abjad atau alfabet adalah urutan huruf dalam suatu sistem aksara. Kaligrafi secara harfiah bisa diartikan sebagai seni menulis indah. Grafiti adalah corat-coret di dinding, tembok, pagar, dan sebagainya dengan huruf-huruf dan kata-kata tertentu. Adapun aksara adalah sebuah sistem penulisan suatu bahasa dengan menggunakan simbol-simbol atau keseluruhan sistem tulisan, misalnya aksara Latin, aksara Arab, aksara Sunda, dan lain-lain. Bahasa Indonesia menggunakan aksara Latin dengan alfabet dimulai dari huruf A sampai dengan huruf Z. Dilihat dari asal mula tulisan, dikenal beragam jenis aksara, yaitu aksara fiktografis, idiografis, silabis, dan aksara fonemis. Sedangkan jumlah aksara di dunia diperkirakan ada 25 aksara (Hidayat & Rahmini, 2006:19).

Terkait dengan keberaksaraan, setiap tanggal 8 September ditetapkan sebagai Hari Aksara Internasional (HAI). HAI seringkali disebut Hari Literasi Internasional (HLI) dan Hari Melek Huruf Internasional. Penetapan Hari Aksara Internasional diinisiasi oleh UNESCO sebagai peringatan untuk menjaga kesadaran pentingnya melek huruf bagi manusia dan memelihara konsistensi perjuangan dalam menggelorakan gerakan literasi dan meningkatkan kemampuan literasi pada setiap orang, komunitas, masyarakat se-dunia. Lalu, apa melek huruf atau melek aksara? Bagaimana kondisinya? Bagimana upaya meningkatkan melek huruf atau daya literat para siswa, pendidik, dunia pendidikan, masyarakat, dan masyarakat Indonesia?

Melek aksara atau melek huruf secara harfiah adalah kemampuan dalam membaca dan menulis. Lawan kata melek aksara adalah buta huruf atau tuna aksara, yaitu ketidakmampuan membaca dan menulis. Secara luas, melek aksara dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain memahami isi bacaan, mengungkapkan isi bacaan dalam tulsan, bercerita atau berbicara dalam beragam bentuk. Dalam perkembangan selanjutnya, melek huruf juga dimaknai sebagai kemampuan berkomunikasi dengan bahasa, baik resepsi-apresiatif maupun ekspresi-produktif, baik secara lisan maupun tulisan sehingga terwujud masyarakat literat yang belajar sepanjang hayat. Bahkan UNESCO mendefinisikan melek aksara sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, membuat, mengkomunikasikan, dan mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak dan tulisan yang berkaitan dengan berbagai situasi. Kemampuan baca-tulis sangat penting sebagai kegiatan berkelanjutan untuk mendapatkan pengetahuan, menggali potensi diri, dan berpartisipasi  penuh dalam masyarakat literat.

Angka melek aksara menjadi tolak ukur dalam menetapkan standar SDM di suatu daerah atau negara yang melibatkan indikator kesejahteraan, akses kelanjutan pendidikan, kesehatan, status sosial ekonomi, kesempatan bekerja, kemajuan hidup, daya saing, dan indikator lainnya. Dengan kata lain, kemampuan baca-tulis atau literat sangat penting sebagai pilar kemajuan bangsa. PBB melalui UNESCO memperingati Hari Aksara Internasional dengan mengankat tema Literacy and Multilinguism. Mengacu pada tema tersebut, Kemendikbud menetapkan tema Ragam Budaya Lokal dan Literasi Masyarakat. Tema yang diusung membangkitkan optimisme, inspirasi, dan motivasi untuk meningkatkan tingkat melek huruf dan  mengentaskan buta aksara lewat pendekatan budaya di nasing-masing daerah di Indonesia sebagai bagian dari gerakan literasi. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (BPS), angka buta aksara di Indonesia turun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2017, jumlah penduduk buta akasara di Indonesia mencapai 3,4 juta jiwa. Kemudian, pada tahun 2018 turun menjadi 3,2 juta jiwa agau 1.93% dari total penduduk.

Guna menurunkan tingkat buta aksara, pemerintah membuat program yang tidak sekedar program baca-tulis, melainkan juga program lanjutan, yaitu Program Pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) dan Program Pendidikan Multikeaksaraan yang berorientasi pada pemeliharaan keberaksaraan dengan fokus pada 6 jenis literasi dasar, yaitu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.

Aksara sebagai unsur bahasa dan keberaksaraan sebagai upaya meningkatkan melek aksara perlu dipahami dan terus diupayakan. Ragam Budaya Lokal dan Literasi Masyarakat yang diangkat sebagai tema HAI di Indonesia cukup tepat. Dari segi fungsi kognitif dan afektif, bahasa berfungsi sebagai alat berpikir untuk menyatakan pikiran dan perasaan. Dengan fungsi ini, bahasa menjadi alat utama untuk membina kebudyaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesusastraan. Lewat aksara, kebudayaan dikembangkan dan dikomunikasikan sebagai keunggulan bangsa. Karena itu, peranan keberaksaraan yang dibina melalui membaca, menyimak, berbicara, dan menulis harus terus dilakukan. Dengan kata lain, gerakan literasi di sekolah, di lingkungan keluarga, dan masyarakat harus juga digelorakan terus-menerus sehingga terwujud tingkat keberaksaraan yang tinggi yang menjadi ciri peradaban bangsa yang maju. 

Selamat Hari Aksara Internasional.

Cucu Agus Hidayat, S.Pd., M.Pd.
(Kepala SMPN 1 Maniis, Pengurus PGRI Kabupaten Purwakarta).

Referensi :
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Crystal, David. 1989. The Cambridge Encyclopedia of Language. New York, NY 1001 USA : Press Syndicate of the University of Cambridge.

Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa, Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Hidayat, Amir F & Elis N.R. 2006. Ensiklopedia Bahasa-bahasa Dunia dan Peristilahan dalam Bahasa. Bandung : CV Pustaka Grafika.

Lubis, Hamid Hasan. 1994. Glosarium Bahasa dan Sastra. Bandung : Angkasa.

Tampubolon, DP. 1990. Kemampuan Membaca, Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung : Angkasa.

Internet : wikipedia.



Kamis, 29 Agu 2019, 08:17:08 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 4563 View
PELAJAR SMPN 1 JATILUHUR RAIH PRESTASI PADA KEJUARAAN PENCAK SILAT PAKU BUMI
Kamis, 29 Agu 2019, 08:17:08 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 2935 View
Melawan Pecatur Cilik Profesional Purwakarta, Kadisdik Purwanto Hanya Bertahan Satu Menit
Senin, 12 Agu 2019, 08:17:08 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 2894 View
KADISDIK LEPAS KONTINGEN SISWA PURWAKARTA UNTUK FLS2N TINGKAT PROVINSI JAWA BARAT

Tuliskan Komentar
INSTAGRAM TIMELINE