27 Februari 2021
disdik.purwakartakab.go.id -- Angin segar sempat berhembus saat awal libur semester ganjil tersiar kabar akan diperbolehkan sekolah dengan tatap muka. Sekolah pun kemudian berbenah diri dengan berbagai persiapan sarana dan prasarana yang mendukung aktifitas belajar sesuai protokoler kesehatan sebagaimana anjuran pemerintah, guru mempersiapkan diri dengan beragam teknik mengajar dan meramu bahan ajar untuk tatap muka walaupun siswa yang akan hadir belum tentu setengahnya dan berbagai kesiapan lainnya. Akan tetapi saat menjelang masuk sekolah semester genap angka kasus positif Covid-19 semakin tinggi membuat semua zona merah di Kabupaten Purwakarta seakan tidak mau berubah warna. Hal ini menandakan batalnya masuk sekolah dengan tatap muka. Dengan beratnya belajar daring terpaksa harus diperpanjang. Apalagi pengalaman PJJ semester ganjil yang menjenuhkan, belajar hanya dengan mengandalkan aplikasi whatsapp.
"Memang santai rasanya dengan mengajar seperti itu tapi tanggung jawab moril ini tidak bisa ditipu, ada semacam tanggungan dosa kolektif yang tidak mungkin bisa dibayar oleh apapun".
Sejak awal semester genap sudah bertekad bulat untuk merubah aplikasi belajar daring dengan Zoom Meeting, Google Classroom, Google Meet, dan Google Form yang mana aplikasi ini merupakan aplikasi yang baru sedikit dipahami dengan harapan bisa merubah kulitas dan kuantitas pembelajaran tatap muka virtual dan berbagai kemudahan lainnya. Berbagai permasalahan pun bermunculan sejak dilanjutkannya pembelajaran daring dengan aplikasi yang sudah direncanakan.
Setidaknya ada tiga kendala yang ditemukan. Pertama, koneksi internet yang tidak stabil dan terbatasnya persediaan kuota internet, lalu lingkungan rumah siswa dan keluarga/ orang tua yang kurang kondusif, serta terkadang ada siswa yang tidak merespons instruksi dan ajakan guru dengan media komunikasi yang tersedia baik melalui kamera ataupun mikrofon dan yang sejenisnya sehingga angka partisipasi siswa belajar daring semakin berkurang. Kehadiran siswa pada saat belajar daring dan penyerahan tugas hanya bisa mencapai 11,45% dari total siswa. Masalah ini muncul karena siswa yang memiliki handphone belum banyak memahami penggunaan aplikasi belajar secara daring.
Pemberian tugas atau praktik kepada siswa juga menjadi kendala lain pada saat belajar daring ini. Pemberian tugas sering dianggap 'terlalu banyak dan tidak efektif' sehingga anak mengalami kelelahan mata. Tapi, bagi guru, salah satu instrumen dan indikator supaya mengetahui si anak paham materi yang diajarkan saat itu adalah dengan pemberian tugas.
Kendala lainnya menjaga integritas anak. Banyak kondisi di lapangan yang variasi (saat belajar daring) membuat anak lebih mudah menciptakan berbagai macam alasan.
Tidak memungkiri kondisi dan kejadian kurang mengenakkan yang terjadi saat pembelajaran daring, misalnya selain jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran daring semakin menyusut jumlahnya begitu juga siswa lebih sering mematikan kamera saat guru menerangkan pelajaran. Hal ini dikarenakan adanya trust issue. Perlu dipahami bahwa tidak semua anak punya ruang gerak atau ruang belajar nan indah dipandang. Kadang, mereka harus berbagi dengan adik atau kakak saat belajar, rumahnya dekat dengan sumber kebisingan yang membuat anak tidak nyaman atau bahkan takut ditertawakan.
Alasan-alasan itu mungkin luput dari perhatian guru akibat trust issue. Perlu ada kerja sama dengan orangtua dalam menciptakan ruang belajar yang kondusif. Tapi, tidak semudah itu karena kondisi rumah setiap siswa tentu berbeda. Fenomena semacam ini seakan menjadi penyakit kronis yang memerlukan pengobatan yang tidak mudah dan perlu waktu yang cukup.
Adapun upaya yang ditempuh untuk mengatasi kendala antara lain:
1. Menyediakan rangkuman materi/ bahan ajar dan lembar kerja siswa sebagai bahan untuk belajar mandiri terutama kepada siswa yang tidak memiliki alat komunikasi (handphone).
2. Sekolah menyediakan wifi gratis bagi siswa yang tidak memiliki kuota dan yang terkendala akses internet serta kesulitan dalam menggunakan aplikasi pembelajaran daring.
3. Melaksanakan pembelajaran luring dengan kelompok kecil siswa (maksimum 4 orang) di sekitar rumah orang tua siswa yang berdekatan.
4. Menyediakan waktu kepada siswa tertentu untuk memberi pendampingan dan bimbingan dalam mengerjakan tugas di sekolah.
Banyaknya kendala tadi, sangat sulit untuk membuat kelas kondusif dan apalagi memastikan partisipasi siswa bisa mencapai 90-100 persen saat pembelajaran. Hanya, tugas bagi guru tetap mencoba yang terbaik untuk memastikan agar hak-hak belajar semua siswa bisa dilayani dengan baik dan mereka memahami pembelajaran yang disajikan walaupun pastinya tidak luput dari kekurangan.
Purwakarta, Pebruari 2021
Penulis,
KHAIRUL IKHSAN
(STAF PENGAJAR UPTD SMPN 1 CIBATU)