06 September 2018
Rudy Ramdani Aliruda
aku tengah belajar lagi mencintaimu, pur
menganggap pertemuan ke sekian ini sebagai perjodohan
mencoba lagi mengenal lekuk tubuh dan garis bibirmu
meski jejak usia di sepanjang jalan tak juga mengingatkanku
pada masa kanak dan riwayat bocah pencari tawa
ada yang memang seharusnya hilang
sebagai kenang di ruang lengang
lama tak jumpa, kulihat kau berhias dipulas cahaya kota
nyaris tak kukenali jika saja tak tercium aroma lembap
yang ruap seluas kulit tubuhmu itu
tak kubawakan apapun dari kota seberang
hanya bingkis puisi yang kuharap tak segera jadi basi
aku merindumu, seperti kerinduan pada ibu,
pada suami ibu, dan saudara yang semakin barat
tengah kudekapkan jiwaku pada tanah
membaca detak jantung bumi, menebak apa kau
sama debarnya dengan kecanggungan ini
demi silsilah air di sepanjang genang mata kita
ijinkan kusunting dadamu untuk kutata dengan sahaja
telah bertanggalan tanggal, waktu laju, tak pernah tinggal
jangan katakan usia perpisahan kita melebihi
tahun-tahun kesetiaanku pada pintu, pada genting,
dan dinding rumah yang telah berganti warna itu
kuakui, telah beberapa kali ini
sempat juga tubuhku nikah-cerai dengan alamat
tapi kekasih adalah kekasih
tempat lambung halaman mencerna tali pusar
atas dasar semua itu, pur
cukup kau sebut aku sebagai cinta terakhir
sebab tak ada pemakaman bagi jasadku
selain tanah lahir
2007
Rudy Ramdani Aliruda. Pustakawan pada Teras Baca Juruseru, Pendiri Sanggar Sastra Purwakarta, Ketua Forum TBM Kab. Purwakarta. Kurator Antologi Puisi Warga Purwakarta “Riak Sajak”. Buku Puisi tunggal yang telah terbit “Syair Tanah Lahir” (Asasupi, 2013).