30 Juli 2020
Oleh : Isep Suprapto ( Staf Pengajar SMPN 2 Plered)
Pagi hari jum’at besok Insya Allah segenap kaum muslimin di seluruh tanah air dan sejumlah negeri menunaikan shalat ‘Idul Adha 10 Dzuhlizah 1441 H. Segenap kaum muslimin mengumandangkan takbir, tahlil, tahmid, dan tasbih sebagai wujud penghambaan diri kepada Allah Swt dan semua bersimpuh diri menunaikan sunnah Nabi untuk meraih ridha dan karunia Nya. Idul Adha sering disebut ‘Idul Qurban, artinya Hari Raya Penyembelihan. Setiap muslim yang berkemampuan diharuskan menyembelih hewan qurban pada hari nahar tanggal 10 atau hari tasyrik tanggal 11,12 dan 13 bulan Dzulhijjah. Daging qurban itu dibagikan kepada yang memerlukan dan sebagian dibolehkan untuk diikonsumsi sendiri. Demikianlah sunnah Nabi sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Qurthubi diterima dari Ali bin Abu Thalib dan Muhammad bin Ka’ab. Pada hadis lain Nabi bersabda, yang artinya “Kami berqurban bersama Nabi SAW di Hudaibiyah, satu unta untuk tujuh orang, satu sapi untuk tujuh orang.“ (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi). Kata kurban (qurban) berasal dari bahasa Arab artinya sesuatu yang dekat atau mendekatkan, yakni dekat dan mendekatkan diri kepada Allah yang memerintahkan ibadah ini. Qurban sering disebut udhhiyah atau dhahiyyah artinya hewan sembelihan, fisiknya hewan yang disembelih, tetapi hakikatnya ialah pengorbanan dan pengabdian diri sepenuh hati kepada Allah Swt. Ibadah qurban dimulai oleh kedua putra Nabi Adam, Qabil dan Habil sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran. Dikisahkan:
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertaqwa". (QS Al Maidah: 27).
Sejarah Qurban secara khusus dikaitkan dengan kisah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Allah berfirman dalam Al-Quran yang artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ), dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata, dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shaaffaat: 102-107). Dengan berqurban setiap muslim melakukan penjinakkan atau bahkan peluruhan terhadap penyakit egoisme dan cinta berlebihan terhadap segala hiasan dunia seperti harta dan tahta. Allah Swt memberikan gambaran tentang watak manusia sebagai berikut yang artinya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran: 14).
Bahwa musuh terbesar manusia adalah diri sendiri yang mencinta ego dan kesenangan dunia melebihi kewajaran, sehingga mengidap penyakit ta’bid ‘an al-nafs (diperbudak diri) dan ta’bid ‘an al-dunya (membudakkan diri pada dunia).
Sejarah manusia sesungguhnya dimulai dari pertarungan hidup menaklukkan segala hasrat dan kepentingan diri dan angkara dunia di tengah relasi orang lain dan lingkungannya. Qabil putra Adam tega membunuh saudaranya Habil demi kepentingan diriya. Fir’aun sewenang-wenang memperlakukan orang lain, bahkan karena kecongkakannya Raja Ramses itu menyatakan diri sebagai “tuhan yang maha tinggi”. Qarun yang konglomerat selain pelit juga rakus menghisap orang lemah dan menguasai kekayaan publik secara semena-mena.
Secara fisik ibadah qurban ialah berkorban materi atau seekor hewan. Lebih dari itu secara ruhani berqurban hakikatnya melawan hawa nafsu menuju tangga taqwa. Allah berfirman dalam Al-Quran yang artinya: “Daging-daging dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.“ (QS Al-Hajj: 37). Pada suatu hadits disebutkan bahwa Zaid Ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka bertanya: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka bertanya lagi: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah).
Pasca Idul Adha nanti setiap muslim perlu merayakan solidaritas sosial sebagai budaya dan praksis sosial untuk membela kaum lemah, mengadvokasi kaum kaya agar mau berbagi, dan menebar serba kebajikan dengan sesama yang bersifat melintasi. Budaya dan praksis solidaritas sosial juga disebarluaskan melalui harmonisasi sosial yang memupuk benih-benih toleransi, welas asih, damai, dan saling memajukan yang membawa pada kebajikan hidup kolektif yang luhur dan utama. Orientasi keagamaan dalam kehidupan sosial yang indah ini jangan mekar sesaat di kala ritual, tetapi mewujud dan menyebarluas sepanjang masa dalam kehidupan sebagai pantulan iman dan ihsan yang merahmati semesta alam. Marilah kita terus menanam benih-benih kebaikan dalam hidup yang tidak terlalu lama ini, minimal marilah kita spiritkan makna ibadah qurban pada anak-anak kita, pada siswa-siswa kita, sudah saatnya kita ajak semuanya sehingga ketika menghadap Allah Swt sudah berbekal amal saleh dan menutup lembaran hidup ini dengan husnul khotimah. Kita tidak tahu kapan Allah Swt akan mengambil ajal kita, karena hidup dan mati setiap insan sepenuhnya di tangan Allah Yang Maha Agung. Kita tidak boleh menunda-nunda waktu untuk berbuat kebaikan termasuk dalam berqurban, karena kita sungguh tidak tahu ambang batas hidup ini.
(Dari berbagai sumber)