05 Februari 2020
Disdik.purwakartakab.go.id | Pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana terutama dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga peserta didik dalam hal ini anak-anak khususnya dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang nantinya diharapkan dapat mewujudkan dalam dirinya kekuatan spiritual keagamaan yang tinggi, kecerdasan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan yang akan berguna baik bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Bicara tentang anak, dalam pasal 28B (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Lalu dipertegas lagi dalam Pasal 54 Undang-Undang Perlindungan Anak, yang menyatakan “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.”
Saat ini terus booming program Sekolah Ramah Anak (SRA) yang kita harus tahu bahwa SRA lahir karena adanya tuntutan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak yang jelas pada pasal 54 yang berbunyi : “ (1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”. Di ayat dua dinyatakan sebagai berikut: “(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat”. Selain itu adanya program Sekolah Ramah Anak juga dilatarbelakangi adanya proses pendidikan yang masih menjadikan anak sebagai obyek dan guru sebagai pihak yang selalu benar, mudah menimbulkan kejadian bullying di sekolah/madrasah.
Konsep Sekolah Ramah Anak didefinisikan sebagai program untuk mewujudkan kondisi aman, bersih, sehat, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup, yang mampu menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya, selama anak berada di satuan pendidikan, serta mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran dan pengawasan. Sekolah Ramah Anak bukanlah membangun sekolah baru, namun mengkondisikan sebuah sekolah menjadi nyaman bagi anak, serta memastikan sekolah memenuhi hak anak dan melindunginya, karena sekolah menjadi rumah kedua bagi anak, setelah rumahnya sendiri. Sekolah Ramah Anak juga merupakan salah satu indikator dalam pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak.
Pembentukan dan Pengembangan SRA didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Nondiskriminasi yaitu menjamin kesempatan setiap anak untuk menikmati hak anak untuk pendidikan tanpa diskriminasi berdasarkan disabilitas, gender, suku bangsa, agama, dan latar belakang orang tua;
2. Kepentingan terbaik bagi anak yaitu senantiasa menjadi pertimbangan utama dalam semua keputusan dan tindakan yang diambil oleh pengelola dan penyelenggara pendidikan yang berkaitan dengan anak didik;
3. Hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan yaitu menciptakan lingkungan yang menghormati martabat anak dan menjamin pengembangan holistik dan terintegrasi setiap anak;
4. Penghormatan terhadap pandangan anak yaitu mencakup penghormatan atas hak anak untuk mengekspresikan pandangan dalam segala hal yang mempengaruhi anak di lingkungan sekolah; dan
5. Pengelolaan yang baik, yaitu menjamin transparansi, akuntabilitas, partisipasi, keterbukaan informasi, dan supremasi hukum di satuan pendidikan.
Program Sekolah Ramah Anak ini harus didukung semua pihak agar berjalan dengan baik dan salahsatu pendukungnya adalah kehidupan rumah yang ditempati anak bersama orang tuanya harus ramah pula, artinya ciptakan pula Rumah Ramah Anak (RRA). Bagaimana SRA mau berhasil jika rumah sebagai tempat tinggal “belum” ramah anak. Sebuah keharusan dalam mensinergikan SRA dan RRA.
Tak hanya di sekolah, rumah sebagai tempat tinggal anak seharusnya juga menjadi tempat belajar dan menanamkan pendidikan. Para orangtua dan keluarga paling berperan di rumah dalam membentuk kerangka pribadi anak. Artinya penerapan Sekolah Ramah Anak (SRA) yang harus juga di support adanya partisipasi dan peran orang tua yang diantaranya orang tua harus siap menyediakan waktu rutin sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) menit dalam sehari untuk mendengarkan dan menanggapi curhat anak, menyediakan waktu, pikiran, tenaga, dan materi sesuai kemampuan untuk memastikan tumbuh kembang minat, bakat, dan kemampuan anak, memberikan persetujuan setiap kegiatan peserta didik di satuan pendidikan selama sesuai dengan prinsip-prinsip SRA, mengawasi keamanan, keselamatan, dan kenyamanan peserta didik termasuk memastikan penggunaan internet sehat dan media sosial yang ramah anak, bersikap proaktif untuk memastikan SRA masuk dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban RKAS, aktif mengikuti pertemuan koordinasi penyelenggaraan SRA, komunikasi intens antara orang tua dengan guru misalnya melalui media sosial, komunikasi orang tua kepada pihak sekolah mengenai riwayat kesehatan anak.
Di rumah harus tercipta pula kebiasaan baik yang ditanamkan sejak dini sehingga tercipta rumah ramah anak guna bersinergi dengan sekolah ramah anak, seperti yang dianjurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diantaranya, (1). Mengawali hari dengan beribadah. (2). Sarapan sebelum berangkat sekolah. (3). Berpamitan sebelum bepergian baik ke sekolah atau kemanapun. (4). Berkomunikasi jika akan pulang terlambat (5). Orang tua harus menyambut anak saat pulang sekolah. (6). Keluarga wajib memberikan perlindungannya dan menciptakan rasa aman dan nyaman untuk seluruh anggota keluarga. (7). Setiap anggota keluarga harus menjadi pendengar yang baik. (8). Orang tua mendampingi anak-anak disaat waktu bermainnya atau menonton televisi. (9). Membiasakan hidup bersih dan sehat. (10). Budayakan bercerita tentang pengalaman, juga mendongeng sebelum tidur dan membaca bersama sebelum tidur. (11). Bermain bersama keluarga. (12). Menghindari tindakan kekerasan dalam pengasuhan anak. (13). Melakukan pengawasan yang baik terhadap konten yang diakses oleh anak-anak ketika memegang gadget/internet. (14). Orang tua harus jadi teladan bagi anak – anaknya.
Akhir tulisan ini marilah sudah saatnya sinergikan Sekolah Ramah Anak dengan Rumah Ramah Anak ( bahasa penulis ) agar kita bersama, baik guru, anak-anak sebagai anak didik kita, para orang tua, stakeholder dan lainnya tidak gagal paham tetapi bisa memaknai semua ini dengan baik dan bijak, tidak saling menyalahkan satu sama lain jika masih terjadi lagi “ketidakramahan pada anak-anak dan siswa-siswa” kita. Saatnya semua elemen bergerak satu visi demi menyiapkan dan menciptakan anak-anak kita sebagai generasi harapan bangsa dan agama sebagai pelanjut perjuangan bangsa Indonesia.*
ditulis oleh : Isep Suprapto, M.Pd (Guru pada UPTD SMPN 2 Plered Kabupaten Purwakarta).