Pendidikan kita_Kebijakan masuk sekolah jam 6 pagi yang mulai diberlakukan oleh Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), pada tahun ajaran 2025/2026 ini, kembali menjadi sorotan publik. Sebagai seorang guru, saya melihat kebijakan ini tidak hanya sebagai sebuah aturan baru, tetapi juga sebagai ruang refleksi bersama bagi kita para pendidik, orang tua, dan pemangku kebijakan untuk menimbang manfaat dan tantangan dari perubahan besar dalam dunia pendidikan.
Perlu kita ingat bahwa program serupa sudah lebih dulu diterapkan di Kabupaten Purwakarta saat KDM menjabat sebagai bupati. Dalam praktiknya, suasana pagi di sekolah memang terasa lebih tenang, udara lebih segar, dan sebagian besar siswa tampak lebih siap untuk memulai hari. Bahkan, kewajiban berjalan kaki menuju sekolah memberi manfaat tersendiri—anak-anak menjadi lebih aktif, bugar, dan perlahan-lahan membentuk kebiasaan sehat.
Namun, di sisi lain, tidak bisa kita abaikan bahwa beberapa siswa terlihat mengantuk, bahkan ada yang tertidur di jam-jam akhir pelajaran. Ini tentu bukan sekadar soal kesiapan fisik, tetapi juga berkaitan dengan ritme biologis anak. Para pakar neurosains telah mengingatkan bahwa jam belajar yang terlalu pagi berisiko mengganggu kualitas tidur dan kesehatan mental siswa. Studi ilmiah menyarankan agar sekolah dimulai setelah pukul 8:30, agar anak-anak mendapatkan waktu tidur yang cukup dan bisa belajar dengan fokus maksimal.
Saya percaya, setiap kebijakan tentu lahir dari niat baik untuk membentuk generasi yang lebih tangguh dan disiplin. Namun dalam pelaksanaannya, tentu diperlukan penyesuaian yang mempertimbangkan banyak aspek, termasuk masukan dari guru, siswa, dan orang tua. Mungkin pendekatan bertahap bisa dilakukan, seperti uji coba di beberapa wilayah tertentu atau menyesuaikan jenjang pendidikan yang lebih siap untuk menerapkan jadwal ini terlebih dahulu.
Sebagai guru, saya mendukung setiap upaya inovatif untuk memajukan pendidikan. Namun, saya juga berharap agar kebijakan ini terus dievaluasi secara menyeluruh, dengan memperhatikan aspek psikologis, kesehatan, dan kesiapan lingkungan sekitar. Dengan begitu, kita bisa menemukan titik tengah antara semangat perubahan dan kenyamanan belajar bagi peserta didik.
Langkah Berani Seorang Pemimpin
Terlepas dari segala pro dan kontra yang muncul, saya pribadi menghargai langkah berani dari Kang Dedi Mulyadi yang berusaha mengajak kita keluar dari zona nyaman. Tidak semua pemimpin memiliki keberanian untuk menawarkan pendekatan baru dalam dunia pendidikan yang begitu kompleks. Kebijakan ini menunjukkan bahwa beliau memiliki keberpihakan terhadap pembentukan karakter, kedisiplinan, dan budaya belajar yang kuat sejak dini.
Dalam pelaksanaan di lapangan, kami para guru tetap berkomitmen memberikan yang terbaik. Bahkan, sebagian besar siswa menunjukkan antusiasme yang tinggi. Banyak dari mereka mulai terbiasa bangun lebih awal, membantu orang tua di rumah, hingga pergi ke sekolah sambil menikmati udara pagi yang menyegarkan. Pemandangan anak-anak berjalan kaki dengan seragam rapi, menyapa warga yang mereka lewati, adalah hal sederhana tapi bermakna. Ini adalah pembelajaran kehidupan yang tidak selalu didapatkan di dalam kelas.
Mungkin bagi sebagian orang kebijakan ini terasa terlalu berat pada awalnya. Namun jika dijalankan dengan perencanaan yang matang, komunikasi yang terbuka, serta dukungan dari semua pihak, saya yakin program ini bisa menjadi titik tolak perubahan positif. Jawa Barat sebagai provinsi besar dengan semangat muda yang luar biasa tentu membutuhkan gagasan-gagasan segar seperti ini, meskipun tidak semua bisa langsung diterima oleh semua kalangan.
Kebijakan masuk sekolah jam 6 pagi bukan semata soal waktu, melainkan tentang menanamkan nilai-nilai baru: kedisiplinan, semangat hidup sehat, dan kesadaran bahwa pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam ruang kelas. Ini adalah panggilan untuk bergerak bersama, melibatkan semua pihak, dan membuka diri terhadap perubahan.
Mari kita terus mendidik dengan hati, mendengar dengan empati, dan membangun pendidikan yang tak hanya disiplin secara waktu, tetapi juga bijak dalam pendekatan.
Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan bahwa kebijakan ini layak untuk dicoba dan diuji dengan bijaksana. Selama orientasinya adalah untuk kebaikan anak-anak kita, maka mari kita kawal bersama dengan semangat positif, terbuka, dan penuh tanggung jawab.
Penulis:
Hilman Nurfalah
Guru Pendidikan Agama Islam SDN 3 Ciseureuh