image

Admin Dinas Pendidikan

02 Oktober 2019

9781x Dilihat
Menumbuhkan Critical Thinking Siswa

disdik.purwakartakab.go.id -- Penguatan  pendidikan karakter menjadi syarat harus terus ditumbuh-kembangkan di sekolah, dengan asumsi bahwa penguatan karakter itu sama halnya penguatan budaya. Budaya yang membawa pengaruh yang hebat bagi perkembangan mental, sosial dan spiritual serta penguasaan dari sisi kognitif maupun psikomorik, budaya yang mampu menjadikan peserta didik menjadi sebuah perilaku berkarakter dan  salah satu dari perilaku  siswa Indonesia berkarakter adalah berpikir  kritis.

 

Dalam artikel Using writing to develop and assess critical thinking, Teaching of Psychology, dijelaskan secara  umum bahwa ada delapan karakteristik dalam berpikir kritis, sebagai berikut:

Kegiatan dalam merumuskan pertanyaan

Melakukan pembatasan masalah

Menguji data-data yang diperoleh

Menganalisis berbagai pendapat dan bias

Menghindari pertimbangan yang sangat emosional

Menghindari penyederhanaan yang berlebihan

Mempertimbangkan berbagai interpretasi

Mentoleransi ambiguitas

Lalu sangat pentingkah  kemampuan berpikir kritis  pada peserta  didik?  Jawabnya sangat penting  dan  sangat perlu dikembangkan demi keberhasilan mereka dalam pendidikan dan dalam kehidupan bermasyarakat. Keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan atau diperkuat melalui proses pembelajaran.  Berpikir kritis dapat membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman materi yang dipelajari dengan mengevaluasi secara kritis argumen pada buku teks, jurnal, teman diskusi, termasuk argumentasi guru dalam kegiatan pembelajaran.  Jadi berpikir kritis dalam pendidikan merupakan kompetensi yang akan dicapai serta alat yang diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan. Berpikir kritis siswa dapat dikembangkan melalui pemberian pembelajaran bermakna.

 

David Ausubel (1963) seorang ahli psikologi pendidikan menyatakan bahwa bahan pelajaran yang dipelajari harus “bermakna’ (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Belajar bermakna menurut Ausubel (1963) merupakan proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif.                                                                       

 

Ada tiga faktor yang memengaruhi kebermaknaan dalam suatu pembelajaran, yaitu struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sehubungan dengan hal ini, Dahar (1996) mengemukakan dua prasyarat terjadinya belajar bermakna, yaitu: (1) materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial, dan (2) anak yang akan belajar harus bertujuan belajar bermakna. Di samping itu, kebermaknaan potensial materi pelajaran bergantung kepada dua faktor, yaitu (1) materi itu harus memiliki kebermaknaan logis, dan (2) gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif peserta didik.

 

Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seorang yang sedang dalam proses pembelajaan. Pembelajaran bermakan terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan pelajaran itu harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimilki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

 

Pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang menyenangkan yang akan memiliki keunggulan dalam meraup segenap informasi secara utuh sehingga konsekuensi akhir meningkatkan kemampuan siswa. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

 

Rogers (1969) mengemukakan tentang iklim kelas yang memungkinkan terjadinya belajar bermakna, yaitu sebagai berikut: (1). Terimalah peserta didik apa adanya. (2). Kenali dan bina peserta didik melalui penemuannya terhadap diri sendiri. (3). Usahakan sumber belajar yang mungkin dapat diperoleh peserta didik untuk dapat memilih dan menggunakannya. (4). Gunakan pendekatan iquiry-discovery. (5). Tekankan pentingnya pendekatan diri sendiri dan biarkan peserta didik mengambil tanggung jawab sendiri untuk memenuhi tujuan belajarnya.

 

Langkah-langkah kegiatan yang mengarah pada timbulnya pembelajaran bermakna adalah sebagai berikut: (1). Orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian prestasi akademik, melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta potensi dasar siswa. (2). Topik-topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman anak yang relevan. Pelajaran tidak dipersepsi anak sebagai tugas atau sesuatu yang dipaksakan oleh guru, melainkan sebagai bagian dari atau sebagai alat yang dibutuhkan dalam kehidupan anak. (3).Metode mengajar yang digunakan harus membuat anak terlibat dalam suatu aktivitas langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan. (4). Dalam proses belajar perlu diprioritaskan kesempatan anak untuk bermain dan bekerjasama dengan orang lain. (5). Bahan pelajaran yang digunakan hendaknya bahan yang konkret (6). Dalam menilai hasil belajar siswa, para guru tidak hanya menekankan aspek kognitif dengan menggunakan tes tulis, tetapi harus mencakup semua domain perilaku anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah alat penilaian.

 

Pembelajaran bermakna bisa terjadi jika relevan dengan kebutuhan peserta didik, disertai motivasi instrinsik dan kurikulum yang tidak kaku. Kejadian belajar bermakna didorong oleh hasrat dan intensitas keingintahuan peserta didik tentang bidang studi tertentu. Untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa guru juga bisa  mencoba  hal lain  misalnya  selalu  konsisten menggunakan metode pembelajaran yang  menekankan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, hal ini dapat membantu meningkatkan kemampuan berpikir siswa melalui analisis, seperti metode  group investigasion,  cooperative learning tipe jigsaw, dan lain- lain  yang   pada akhirnya semua ni diharapkan bisa menghadirkan nuansa baru yang lebih menarik dan berkesan, sehingga pembelajaran bisa dirasakan lebih menyenangkan serta tidak membosankan.

 

PENULIS  :  Isep  Suprapto, M.Pd  (Staf  pengajar pada  UPTD SMPN 2 Plered  Kab. Purwakarta)

 

Bagaimana Kesan Anda?

Berikan suara Anda untuk membantu kami meningkatkan pengalaman pengguna.

Sangat Buruk

Sangat Buruk (0%)

Buruk

Buruk (0%)

Cukup

Cukup (0%)

baik

Baik (0%)

Sangat baik

Sangat Baik (100%)