image

Admin Dinas Pendidikan

02 Agustus 2018

4562x Dilihat
MENINGKATKAN MINAT BACA ATAU MENGGIATKAN BUDAYA TULIS?

disdik.purwakartakab.go.id -- "Dalam kuliah-kuliah Ibn 'Abbas, aku biasa mencatat pada lembaran. Bila telah penuh, aku menuliskannya di kulit sepatuku, kemudian di tanganku. Ayahku sering berkata kepadaku : 'Hafalkanlah, tetapi terutama sekali tuliskanlah. Bila kau telah sampai di rumah, tuliskanlah apa yang kau dapat dari kuliahmu. Dan jika kau memerlukan, atau kau tidak ingat lagi, maka bukumu akan membantumu."
(Sa'ad Ibn Jubayr).

Sebelum dikenal sistem tulisan (huruf atau aksara), tradisi lisan mendominasi sistem komunikasi dan menjadi sarana utama dalam menerima dan menyebarkan beragam informasi atau ilmu. Setelah sistem tulisan ditemukan (dari yang primitif hingga modern), tradisi tulis menjadi sarana penting dalam komunikasi. Belakangan, menjadi jelas bahwa tuturan lisan dan ingatan tidak dapat diandalkan sepenuhnya. Lembaran-lembaran catatan pun mulai bermunculan dan berlaku di antara penuntut ilmu atau kalangan pembelajar dan masyarakat.

Kutipan di atas merefleksikan pentingnya tradisi tulis untuk merekam "bahasa lisan", mencatat sesuatu agar tidak mudah dilupakan, mendokumentasikan informasi penting, dan menyebarluaskan informasi atau ilmu pengetahuan. Tradisi tulis berperan besar di dalam kehidupan modern. Tulisan bisa menembus ruang dan waktu, sementara bahasa lisan hilang tak berbekas selepas dituturkan. Tulisan dapat disimpan dalam waktu lama, tetapi tidak melalaui bahasa lisan. Hanya teknologi yang mampu memfungsikan bahasa lisan agar menembus ruang dan waktu serta tahan lama melalui rekaman atau video.

Aktivitas manusia sebagai pembelajar sepanjang hayat bersingungan dengan budaya baca-tulis. Nyaris tidak ada satu bidang kehidupan pun yang tidak dapat lepas dari baca-tulis. Sebuah forum literasi internasional memiliki semboyan yang bagus : Read the Word, Read The World (Membaca Kata, Membaca Dunia). Ini adalah sintesa dari memahami teks dan konteks, yaitu aktivitas intelektual dalam menyerap dan memahami informasi tekstual dan keseluruhan tanda-tanda alam. Konsep pertama terkait pemahaman dari tulisan, sedangkan konsep kedua dari alam terkembang menjadi guru sebagai hamparan anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa, tempat manusia belajar dari tanda-tanda kekuasaan ilahi. Lewat membaca teks dan konteks, terbukalah cakrawala ilmu pengetahuan manusia.

Membaca dan menulis adalah strategi kebudayaan yang sangat canggih. Semua peradaban dunia ditandai oleh daya literat masyarakatnya. Mari kita lihat sejarah peradaban bangsa-bangsa di dunia. Semua mengejar pencapaian ilmu sebagai tonggak kebudayaan dan peradaban. Ilmu terekam dalam buku. Buku adalah setetes ilmu. Mendapat ilmu lewat membaca. Karena itu, buku, penulis, pembaca, dan perpustakaan menginisiasi kemajuan sebuah bangsa. Transformasi dan distribusi ilmu dilakukan lewat baca-tulis. Literasi menjadi sebuah tradisi budaya sangat tinggi sebagai ciri intelektualitas masyarakat.

Menulis tidak dapat dikatakan lebih rendah kepentingannya daripada membaca. Demikian pula sebaliknya. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebagai aktivitas intelektual yang saling melengkapi. Bahkan, jika salah satu di antaranya mendapat penekanan berlebihan, maka akan muncul "kekacauan intelektual" dalam diri seseorang. Misalnya, dalam bentuk orasi, debat-kusir, tiadanya sikap kritis, kemalasan berpikir, dan sebagainya. Apabila kita ingin meningkatkan minat baca, maka selayaknya kita juga berupaya menggiatkan budaya tulis.

Aktivitas membaca akan memiliki manfaat lebih jika disertai aktivitas menulis. Aktivitas menulis akan lebih berbobot jika dilengkapi sumber dari hasil membaca. Menulis dengan baik dan benar menjadi "lengan" (progres) dari membaca dengan baik. Menulis berati "mengungkapkan" hasil proses membaca dengan baik secara konkret lewat tulisan. Menulis akan "memaksa" kita belajar menentukan, memunculkan, dan mengorganisasikan ide baru sebagai hasil sintesis dari beragam gagasan secara logis. Menulis mengajari kita mengatur gaya ungkap dan daya linguistik secara tertib dan terstruktur. Menulis membimbing kerja motorik kita untuk berlatih dan menjadikannya budaya. Menulis adalah "lidah bertulang" sebab ditulis dengan intelektualitas terkontrol, bukan "lidah tak bertulang" layaknya berbicara yang seringkali tidak terstruktur dan terpeleset.

Lantas, mengapa tradisi menulis sepi? Mengapa selalu dianggap sulit? Bukankah sejak dari SD, SMP/MTs, SMA/SMK, hingga Universitas, kita menerima pelajaran menulis? Mungkin 16 tahun kita belajar membaca dan menulis. Beberapa pakar berpendapat kesulitan menulis disebabkan oleh beberapa faktor, baik secara sendiri-sendiri maupun terkait antarfaktor. Penyebab tersebut antara lain : kurang berhasrat/motivasi untuk menulis, menulis kurang penting, kurang bahan atau ide, lemahnya sistem kebahasaan, lemahnya penguasaan mekanisme menulis, tidak ada watu luang, kurang frekuensi latihan, malu atau kurang percaya diri, kurang apresiasi, dan kurang mendukung sarana/media tulisan.

Mungkin kita bukanlah pujangga, sebuah nama yang disematkan pada sastrawan lama yang terkungkung tradisi penulisan dan latar sosial budaya. Mungkin kita bukanlah pujangga yang pandai meracik untaian kata menjadi bahasa berirama dan bersayap. Kita juga mungkin bukan pujangga yang hidup di masa silam yang terbatas akan sarana media tulisan. Kita juga mungkin bukan pujangga yang beraktivitas di jaman kolonial yang penuh kesulitan dalam berekspresi. Kita juga bukan pujangga yang bertarung dengan penulis kerajaan yang diberi privillege. Kita adalah kita yang hadir di jaman now yang memiliki kapasitas untuk berliterasi. Membaca dan menulis adalah persoalan persepsi, kebutuhan, pembiasaan, pendampingan, latihan, dan apresiasi.

Semoga kita dapat meningkatkan kapasitas literasi dan budaya literat kita. Guru sebagai tokoh penting di balik penanaman kemampuan literasi siswa harus literat. Jangan sampai guru jarang membaca dan menulis, tetapi menyuruh siswa untuk rajin membaca dan menulis. Siswa akan menjadikan guru sebagai role model dalam pembelajaran dan pembiasaan.

Semoga bermanfaat. Salam literasi.
????????????

Cucu Agus Hidayat, S.Pd., M.Pd.
(Subbag Publikasi dan Informasi Komunitas Literasi Sekolah Purbasari Purwakarta).

Bagaimana Kesan Anda?

Berikan suara Anda untuk membantu kami meningkatkan pengalaman pengguna.

Sangat Buruk

Sangat Buruk (0%)

Buruk

Buruk (0%)

Cukup

Cukup (0%)

baik

Baik (0%)

Sangat baik

Sangat Baik (100%)