13 Juli 2020
(Penulis adalah Redaktur Website Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta)
Sudah lama saya tidak ngopi bareng Pak Kadis, H. Purwanto. 'Terjegal' pandemi Covid-19 yang menyebalkan. Sehingga, terputus kesempatan saya untuk diskusi panjang-lebar dengan beliau.
Terakhir, yang saya ingat, kami pernah diskusi di Saung Kopi Tajug - Area Tajug Gede Cilodong. Ia membuka obrolan soal hukum besi semesta. Bahwa yang kosong akan terisi. Pun, sebaliknya, yang terisi niscaya kosong pada waktunya. Hukum itu berlaku tetap. 'Abadi'--sekurang-kurangnya dalam term ruang-waktu yang ada di dunia ini.
Karena hukum besi itulah, singgung dia, sedekah jadi punya pijakan "berkah"-nya. "Pada prinsipnya, apa yang kita keluarkan itu adalah untuk diri kita sendiri. Yang kosong akan terisi. Kembali ke diri kita, baik disegerakan sekarang atau untuk kehidupan yang akan datang."
PERUBAHAN MODEL BISNIS
'Teori' yang disebutkan beliau lumayan bikin saya termenung. Terbawa di alam pemikiran saya, hingga pada saatnya perlu saya analisa dan saya kembangkan. Ditambah, dibenturkan dengan situasi-kondisi yang saya hadapi, 'teori' itu menjadi semacam pemicu (trigger) perubahan model bisnis saya.
Ya. Segala sesuatu berubah sejak pandemi Covid-19. Ritme keuangan saya, pelan tapi pasti hancur-hancuran. Rencana keuangan yang sudah dibuat hingga tempo setahun luruh. Tersisa angka proyeksi saja. Sementara, realisasi jelas tidak ada.
Saya masih termasuk yang beruntung. Yaitu, pada situasi sulit, saya masih punya tabungan. Dan tabungan itulah yang saya gunakan untuk bertahan di masa-masa minim penghasilan.
Saya pikir, uang pada akhirnya akan habis-habis juga. Terserah, apa penyebabnya ; perilaku konsumtif-kah, salah kelola keuangan atau mungkin musibah/bencana. Jika demikian halnya, maka hal yang mendasar adalah bagaimana situasi kosong/habis itu bisa punya makna??
Satu-satunya opsi yang paling rasional, pikir saya, adalah mendekat pada hukum semesta itu tadi. Prinsipnya, "habis" karena memberi. Dengan begitu, yang habis itu akan kembali terisi--sesuai kadarnya (disegerakan atau ditangguhkan untuk hal yang jauh lebih besar).
Saya kira itu yang terbaik. Model bisnis pun saya begitukan. Konsekuensinya, modal saya sisihkan untuk menguji 'teori' tersebut.
Saya telah membuat sejumlah rencana "pivot point" untuk bisnis saya. Tahapan sedang berjalan. Semua dilandasi semangat memberi. Keuntungan buat saya belakangan, yang penting modal saya bisa untuk membantu orang.
Mudah-mudahan 'teori' Pak Kadis terbukti benar. Kalaupun tidak, paling tidak habisnya uang saya punya makna. Yuk, ngopi lagi, Pak?!
Purwakarta, 11 Juli 2020
Kedai Kopi "Bandit Coffee & Co"