06 September 2018
disdik.purwakartakab.go.id -- Isu tentang Pendidikan Karakter di sekolah semakin memanas di tahun 2018 ini. Terbukti dengan adanya Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter di berbagai wilayah di tanah air. Padahal sesungguhnya, Pendidikan Karakter sudah melekat erat dalam sistem pendidikan di Kabupaten Purwakarta sejak beberapa tahun yang lalu, jauh sebelum hal ini menjadi isu nasional. Tidak salah jika penulis menyebut Kabupaten Purwakarta sebagai pelopor Pendidikan Karakter di negara kita.
Pendidikan Karakter yang dicetuskan oleh Kang Dedi Mulyadi, saat masih menjabat sebagai Bupati Purwakarta, lebih menukik pada pendidikan karakter yang “nyunda”. Kata “Nyunda” merujuk pada kebudayaan daerah suku Sunda. Secara geografis, Kabupaten Purwakarta terletak di Provinsi Jawa Barat. Penduduknya pun dikenal dengan sebutan ‘urang Sunda”. Bahasa daerahnya adalah Bahasa Sunda. Tata kramanya tentu saja berpedoman pada budaya Sunda. Sehingga sangat tepat, jika pendidikan karakter di Kabupaten Purwakarta menekankan pada Budaya Sunda.
Pendidikan Karakter merupakan sistem tata kelola pendidikan yang memfokuskan pada penanaman dan pengembangan nilai-nilai karakter peserta didik, baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Pendidikan karakter di sekolah akan berkembang sesuai dengan tujuan, apabila didukung oleh seluruh warga sekolah, komite sekolah, orang tua peserta didik dan stake holder pendidikan. Ujung tombak penerapan pendidikan karakter di sekolah adalah Kepala Sekolah.
Peran kepala sekolah dalam penerapan pendidikan karakter di sekolah salah satunya adalah sebagai “ agent of change” (agen perubahan). Sebagai agent of change, kepala sekolah harus mampu membuat terobosan yang unik, original, dan menantang. Kunci dari agent of change adalah kepala sekolah menjadi orang pertama di sekolah yang bersedia “mengubah sikap, perilaku, dan kondisi sekolah ” menjadi lebih baik.
Leading by Example
Salah satu strategi implementasi pendidikan karakter yang penulis terapkan di SMPN 5 Purwakarta adalah konsep Leading by Example (Memimpin dengan Keteladanan). Keyword of Leading by Example adalah Keteladanan perilaku atau pemberian contoh perilaku kepada seluruh warga sekolah. Dengan konsep ini, seorang kepala sekolah tidak perlu berteriak, marah-marah, berkoar-koar, apalagi perang urat syaraf. Kepala sekolah cukup santai, full of smile, tidak menyeramkan, tetapi ketegasan akan terasa di lubuk hati seluruh warga sekolah. Tidak perlu tarik ulur, tidak ada tawar menawar terhadap aturan sekolah.
Salah satu program pendidikan karakter di SMPN 5 Purwakarta adalah Sapa Pagi. Sapa pagi sebetulnya program sepanjang hayat ( Long Life Programme) penulis sejak menjabat sebagai kepala sekolah, tepatnya program ini sudah diterapkan sejak tahun 2006. Program ini berlatar belakang “Budaya Tepat Waktu”. Angka terlambat datang ke sekolah baik guru, staf Tata Usaha serta peserta cukup signifikan. Hal ini tentu akan berdampak terhadap mutu pendidikan di sekolah.
Program Sapa Pagi ini harus dikelola dengan mekanisme menyeluruh dan menyentuh. Artinya sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Kepala sekolah bekerja sama dengan PKS Humas membuat jadwal sapa pagi. Jadwal dibuat selama satu semester dan dilaksanakan setiap hari dari jam 05.30 sd 06.00 WIB. Jadwal ini dinamakan “Piket Sapa Pagi”. Jadwal disosialisakan di awal semester. Pegawai yang dikenai piket sapa pagi adalah Kepala sekolah, guru, dan staf Tata Usaha. Kepala sekolah bertugas piket setiap hari ditemani dua orang guru/TU sesuai jadwal yang tertera.
Tugas kepala sekolah dan guru yang melaksanakan piket sapa pagi antara lain :
Dampak piket sapa pagi ini cukup signifikan terhadap kedisiplinan peserta didik. Mereka tidak berani melewati gerbang sekolah jika tampilan dirinya tidak sesuai aturan. Angka keterlambatan datang ke sekolah pun menurun drastis.
Program piket sapa pagi ini intinya untuk meningkatkan disiplin peserta didik, tetapi dampaknya meluas ke ranah guru dan staf TU. Dengan berdirinya kepala sekolah setiap pagi di depan gerbang maka guru/TU merasa sungkan untuk datang terlambat. Perlu diketahui, SMPN 5 menerapkan aturan bahwa guru harus datang di sekolah dari jam pertama meskipun mereka baru mengajar pada jam ketiga. Jam kosong dapat dipakai untuk mengerjakan penilaian dan lain-lain.
Program piket sapa pagi ini tidak akan berjalan optimal jika tidak ada keterlibatan kepala sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah harus memberi keteladanan terhadap aturan yang diterapkan. Kepala sekolah akan merasa nyaman saat menegur peserta didik atau guru/TU yang datang terlambat, karena kepala sekolah tidak pernah terlambat, selalu datang tepat waktu. Coba bandingkan jika aturan sapa pagi diterapkan, yang piket hanya guru, sedangkan kepala sekolah datang ke sekolah jam 07.00 dengan santainya atau bahkan lebih siang lagi. Apa yang akan terjadi? Guru dan peserta didik tidak akan respek terhadap kepemimpinan kepala sekolah, aturan hanya tinggal selembar kertas tak berharga. Jangan lagi bicara peningkatan mutu sekolah jika tidak ada keteladanan dari seorang pemimpin pembelajar. Ini hanya secuil contoh program yang mensyaratkan keteladan seorang kepala sekolah dalam implementasinya.
Mari kita implementasikan pendidikan karakter dengan kunci utama “Leading by Example”. Berat memang, tetapi harus dijalani demi majunya pendidikan di sekolah kita. Mari kita ubah slogan Yamaha Semakin di Depan menjadi Kepala Sekolah Semakin di Depan.
Di artikel berikutnya, penulis akan berbagi cerita terkait hal mendisiplinkan peserta didik dengan konsep “ Exit Permit Card”. Cag!