22 Maret 2020
disdik.purwakartakab.go.id -- “Mengapa kamu lanjutkan sekolah ke SMP,SMA,SMK dan kuliah yang ujung-ujungnya kamu jadi pengangguran atau dapat kerjaan yang enggak jelas?” Hal-hal demikian sering didengar serta banyak dikeluhkan oleh sebagian para siswa kita bahkan para orang tua siswa. Akan selalu ada orang yang menyebarkan sesat pikir (logical fallacy) untuk mengelabui siswa dan orang tua siswa, maka oleh sebab itu dibutuhkan sebuah pemikiran kritis untuk menangkisnya. Menggunakan logika dengan baik sejak sekolah adalah hal yang bijak, lalu apa sebenarnya logical fallacy itu? Fallacy berasal dari kata fallacia yang berarti deception atau “menipu”. Fallacy berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti ‘sesat pikir’. Fallacy sebagai kerancuan pikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak sengaja. Dalam bahasa sederhana dengan berpikir ‘ngawur’. Fallacy sangat efektif dan manjur untuk melakukan sejumlah aksi tak bermoral, seperti mengubah opini publik, memutar balik fakta, pembodohan publik, provokasi sektarian, pembunuhan karakter, memecah belah, menghindari jerat hukum, dan meraih kekuasaan dengan janji palsu.
Sekali lagi akan selalu ada orang yang menyebarkan sesat pikir (logical fallacy) untuk mengelabui khususnya siswa dan orang tua siswa, maka oleh sebab itu dibutuhkan sebuah pemikiran kritis untuk menangkisnya dan mulailah menggunakan logika dengan baik sejak sekolah adalah hal yang bijak. Pendidikan itu sangat penting, ketika seseorang mengenyam pendidikan setidaknya sudah memiliki pengetahuan yang lebih, wawasan dan sosialisasi lebih tinggi dari hal kecil saja, berbicara dengan orang yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan akan lebih enak berbicara dengan orang yang berpendidikan. Pendidikan memang bukan segalanya, tapi segalanya berawal dari pendidikan, mungkin karena banyaknya pengangguran yang berpendidikan tinggi sehingga membuat sebagian orang tua siswa dan siswa yang memang tidak menyukai pendidikan akan langsung berbelok arah tidak ingin sekolah atau kuliah, mereka mempunyai anggapan bahwa pendidikan itu tidak penting, yang penting bisa kerja dan dapat uang banyak.
Pengangguran salah satunya disebabkan oleh rendahnya pendidikan baik secara akademik, tetapi jika kita melihat pengangguran terdidik itu di sebabkan tidak seimbangnya antara jumlah lapangan kerja dengan arus tenaga kerja yang semakin banyak dan meningkat.
Harus disadari bahwa gelar dari sekolah saja tidak akan pernah cukup, gelar tidak akan menjamin lulusan sekolah menjadi orang-orang yang mandiri dan siap berkarya di tengah-tengah masyarakat. Harus ada bekal lain yang mesti diberikan kepada seluruh siswa kita berupa life skill/kecakapan hidup. Life skill memotivasi para siswa dengan cara membantunya untuk memahami diri dan potensinya sendiri dalam kehidupannya, sehingga mereka mampu untuk menyusun tujuan-tujuan hidup dan melakukan proses problem solving apabila dihadapkan persoalan-persoalan hidup. Setelah itu tanamkan pula sikap optimistis pada siswa kita dan orang tua, menurut David Mezzapelle, penulis buku Contagious Optimism, dia berbagi tip untuk hidup lebih optimistis, diantaranya (1). Bersyukur, bersyukurlah atas apapun yang kita dapatkan, tidak hanya bersyukur pada rezeki, kebahagiaan, dan kenyamanan hidup, tetapi juga bersyukur saat diberi hambatan dan kegagalan. Hal itulah yang akan mengasah kebijaksanaan manusia, itu pulalah yang mengajarkan manusia cara bertahan dan berusaha. (2) Berpikir maju, memiliki visi ke depan akan memberikan kita bayangan untuk menemukan cahaya di setiap awan kesulitan, harus yakinl bahwa hari esok akan selalu lebih baik dari hari ini.
Kesimpulan tulisan artikel ini ialah marilah kita hindarkan siswa kita dari sesat pikir dengan cara mulailah berpikir kritis dan menggunakan logika dengan baik sejak sekolah, pendidikan itu sangat penting, pendidikan memang bukan segalanya, tapi segalanya berawal dari pendidikan. Bekali mereka life skill/ kecakapan hidup yang bisa memotivasi para siswa dalam membantu dan memahami diri dan potensinya sendiri dalam kehidupannya, sehingga mereka mampu untuk menyusun tujuan-tujuan hidup dan melakukan proses problem solving apabila dihadapkan persoalan-persoalan hidup dan terakhir tanamkan selalu sikap optimistis pada siswa kita yang akan melahirkan banyak manfaat. Semoga tidak ada lagi sesat pikir yang terjadi pada siswa kita. Aamiin. (Red).
Penulis : Isep Suprapto, M.Pd
UPTD SMPN 2 Plered Kab. Purwakarta
WA : 087779991976