09 Maret 2020
Disdik.purwakartakab.go.id -- Earl V Pullias dan James Young mengatakan seorang guru bukan hanya pentransfer ilmu pengetahun, tetapi seorang guru juga harus berperan sebagai pembimbing, teladan, moderator, modernisator, peneliti, dan pemberi inspirasi bagi siswanya. Prof. Rhenald Kasali pada harian nasional (Koran Kompas) terbitan edisi tanggal 29 Agustus 2007 dengan judul “GURU KURIKULUM DAN GURU INSPIRATIF”. Kutipannya yaitu : “Ada dua jenis guru yang kita kenal yaitu guru kurikulum dan guru inspiratif.
Guru kurikulum sangat patuh pada kurikulum dan merasa berdosa bila tidak bisa mentransper semua isi buku yang ditugaskan. Ia mengajarkan sesuatu yang standar (habitual thinking) dan jumlahnya sekitar 99%. Sedangkan guru inspiratif jumlanya kurang dari 1%. Ia bukan guru yang mengejar kurikulum tetapi mengajak murid-muridnya berfikir kreatif (maximum thinking).
Ia mengajak murid-muridnya melihat sesuatu dari luar (thinking out of box) mengubahnya di dalam lalu membawa kembali keluar, ke masyarakat luas. Guru kurikulum melahirkan menejer-menejer handal, guru inspiratif melahirkan pemimpin-pembaru yang berani menghancurkan aneka kebiasaan lama.” Agar menjadi sumber inspirasi bagi peserta didiknya sekurangnya ada 3 (tiga) pendekatan yang bisa dilakukan oleh seorang guru dalam proses pembelajaran dikelas:
1. Melalui Pendekatan Kecerdasan Spiritual. Pada ranah ini, pendekatan yang harus dilakukan oleh guru adalah meningkatkan potensi siswa dengan membangkitkan spiritual quotient dengan cara menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam agama, guru bisa menanamkan kepada setiap anak didik bahwa setiap yang dilakukan oleh kita manusia adalah bernilai ibadah dan sebagai manusia harus bisa memberi manfaat bagi manusia yang lain.
2. Melalui Pendekatan Kecerdasan Sosial. Menurut Edward L. Thondrike kecerdasan sosial (social intelligence) adalah kemampuan untuk saling mengerti sesama manusia dan bijaksana dalam hubungan sesama manusia, semua harus tahu bahwa kecerdasan sosial berbeda dengan kemampuan akademik.
3. Melalui Pendekatan Emosional. Pendekatan emosional yang bisa dilakukan misalnya dengan selalu menebarkan energi positif pada anak didik, toleransi terhadap ketidaksempurnaan, dan mencintai sepenuh hati anak didik dengan perbedaan yang dimiliki mereka. Menjadi guru inspirator harus bisa memberikan inspirasi atau petunjuk yang baik bagi kemajuan siswa, memberikan petunjuk kepada siswa bagaimana cara belajar yang baik, media apa yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, sehingga hal tersebut akan melahirkan sebuah inspirasi dan dalam diri siswa tersebut untuk terus belajar guna meraih prestasi gemilang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh pakar psikolog yaitu Steven J. Stein dan Howard E. Book, bahwa IQ hanya berperan dalam kehidupan manusia dengan besaran maksimum 20%, bahkan hanya 6%. Jadi pendekatan emosional yang dilakukan seorang guru terhadap siswanya ketika interaksi di dalam kelas, hal ini bisa mendorong bagi siswa untuk bisa sukses dengan tidak hanya mengandalkan dari sisi IQ-nya saja Semoga.
Penulis : Isep Suprapto, M.Pd (Guru SMPN 2 Plered Kab. Purwakarta)
Sumber :
Drs Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002.
Roestiyah N K, 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.