Pendidikan_Kita - Seminar Gastronomi pada Festival Gandrung Mulasara Tahun 2025 tidak hanya diikuti oleh guru maupun kepala sekolah tetapi juga oleh para pejabat Dinas Pendidikan salah satunya Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kab. Purwakarta Dr. Dede Supendi, M.Pd yang mengikuti workshop tersebut dari awal hingga akhir acara.
Dan dari seminar tersebut banyak sekali ilmu yang didapatkan yang rupanya memiliki relevansi dengan Kurikulum Muatan Lokal Tatanen di Bale Atikan (TdbA).
Dede mengatakan Gastronomi Sunda bukan sekadar praktik memasak dan mengonsumsi makanan, melainkan representasi nilai, kearifan lokal, dan filosofi hidup masyarakat Jawa Barat. Setiap bahan pangan, cara pengolahan, hingga tata cara menyantap makanan mencerminkan hubungan harmonis manusia dengan alam, sesama, dan Sang Pencipta. Nilai-nilai tersebut menjadikan gastronomi Sunda sebagai khazanah budaya yang strategis untuk diintegrasikan dalam kebijakan pendidikan karakter, khususnya di Kabupaten Purwakarta melalui kurikulum muatan lokal Tatanen di Bale Atikan (TdBA).
Pendidikan karakter tidak selalu efektif jika hanya diajarkan secara kognitif. Gastronomi Sunda menghadirkan pendekatan kontekstual dan experiencial learning, di mana peserta didik belajar nilai-nilai luhur melalui pengalaman langsung. Proses menanam padi, merawat kebun, mengolah hasil panen, hingga menyantapnya bersama menjadi sarana internalisasi karakter disiplin, tanggung jawab, kerja keras, dan rasa syukur.
"Kebijakan pendidikan karakter Purwakarta melalui kurikulum muatan lokal Tatanen di Bale Atikan (TdBA) sangat relevan dengan nilai-nilai gastronomi Sunda. Kurikulum ini tidak hanya mengajarkan keterampilan bertani, tetapi juga membangun kesadaran ekologis, kemandirian pangan, dan kecintaan terhadap budaya lokal.
Menurut Dede,dalam konteks ini, gastronomi Sunda menjadi jembatan antara pendidikan, budaya, dan karakter. Peserta didik tidak hanya mengenal makanan tradisional sebagai produk budaya, tetapi juga memahami proses, filosofi, dan nilai moral di baliknya. Aktivitas seperti menanam padi di sawah sekolah, memasak pangan lokal, hingga refleksi makna syukur dan kebersamaan memperkuat karakter religius, nasionalis, mandiri, dan gotong royong.
Kurikulum muatan lokal Tatanen di Bale Atikan (TdBA) merupakan langkah strategis dalam membangun generasi yang berkarakter, berakar pada budaya lokal, dan berwawasan keberlanjutan. Pendidikan yang berangkat dari kearifan lokal tidak hanya mencerdaskan akal, tetapi juga menumbuhkan budi pekerti dan jati diri peserta didik sebagai insan Sunda dan warga bangsa Indonesia. (Mira Habibah/red.)