25 Maret 2020
Oleh : Widdy Apriandi
(Penulis adalah Pegiat Kopi Indonesia sekaligus Redaktur Website Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta)
Kasus positif COVID-19 yang menimpa Bupati Karawang, Cellica Nurahadiana, akhirnya membuka mata kita. Bahwa anjuran isolasi diri dari kerumunan bukan isapan jempol semata. Alias : tidak sembarang.
Dari informasi yang beredar, diketahui bahwa indikasi keterpaparan Teh Celli (begitu sapaan akrabnya : Pen) berasal dari cluster pertemuan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) yang digelar di Karawang, beberapa waktu lalu. Teh Celli adalah satu dari enam orang yang teridentifikasi positif COVID-19.
Dalam pernyataan pers-nya, dia menghimbau masyarakat untuk mengisolasi diri dan menghindari kerumunan. Dia mengaku tidak ada gejala berarti yang dirasakan sebelumnya. Hingga, ia mulai batuk dan merasa sesak nafas--dan dinyatakan positif.
PUTUS POTENSI PENYEBARAN VIRUS DENGAN ISOLASI DIRI
Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Purwakarta adalah salahsatu instansi yang getol mengkampanyekan isu isolasi diri. Dalam hal ini, yang perlu menjadi catatan, belajar dari rumah, sebagaimana instruksi dari Pemerintah, disadari masih belum cukup untuk memutus rantai penyebaran virus.
Sebab, tindakan tersebut, kalau harus jujur, semata hanya mengeliminir tempat yang terbuka untuk kerumunan. Sama halnya dengan tempat wisata, rumah makan, cafe dan tempat publik lainnya.
Lebih dari itu, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Purwakarta, H. Purwanto bersama jajaran di beberapa kesempatan tampil di depan memimpin aksi-aksi pencegahan COVID-19. Sebut saja, diantaranya, yang tertangkap mata publik adalah penyemprotan disinfektan, entah itu di lingkungan kantor, lingkungan sekolah dan ruas jalan publik.
Soal isolasi diri, Kadisdik Purwanto selaku pimpinan terbilang 'keras'. Para siswa wajib belajar di rumah dan guru jangan sampai membebankan tugas yang dirasa memberatkan di situasi genting seperti saat ini.
"Siswa jangan diberatkan dengan kewajiban nge-print, misalnya. Syukur-syukur, kalau keluarganya printer. Kalau tidak, maka siswa akan nge-print di luar. Selain biaya, para siswa jadi punya kemungkinan terpapar virus," tegasnya, beberapa waktu lalu kepada disdikpurwakartakab.go.id.
Sebagai bagian dari pembelajaran di rumah, Kadisdik Purwanto bahkan menyarankan para guru untuk mentransfer ilmu terkait pencegahan COVID-19. Seperti tata cara membersihkan diri agar terhindar dari paparan virus. Ilmu demikian, sambungnya, jauh lebih kontekstual di situasi sekarang.
Tidak cukup itu saja, Kadisdik Purwanto pun menggerakkan tim Gerakan Disiplin Sekolah (GDS) untuk memastikan tidak ada siswa yang keluyuran di jam-jam belajar di rumah. Sambil menyisir daerah-daerah di seputaran kota yang dinilai potensial jadi tempat 'nongkrong' siswa, tim GDS sekalian menghimbau masyarakat untuk mengisolasi diri--jika tidak ada kebutuhan yang urgent sama sekali.
PILIH ISOLASI DIRI ATAU RESIKO TERPAPAR?
Pada akhirnya, langkah yang dilakukan Disdik Kabupaten Purwakarta hanyalah upaya semampunya yang jelas terbatas pada sisi pencegahan saja. Kontribusi-nya selesai di fase itu.
Selebihnya, kembali ke diri kita sendiri. Pilihannya : peduli kepada himbauan yang dikampanyekan atau malah acuh saja?
Terserah. Yang jelas, ada konsekuensi logis yang nantinya akan ditanggung.
Sebut saja, jika anda bandel, maka ada resiko terpapar yang bukan hanya akan berdampak kepada diri anda sendiri, tapi juga orang lain. Termasuk, orang-orang tersayang yang ada di dekat anda.
Jangan egois. Isolasi diri memang menyebalkan. Tapi, itu lebih baik daripada timbul efek dalam skala yang jauh lebih luas.