image

Mira Habibah

15 Agustus 2025

32x Dilihat
Dari Bumi ke Hati: Menyulam Ulang Keseimbangan Hidup
Bayangkan sebuah pohon rindang di tengah padang yang luas. Akarnya menancap dalam ke tanah — itu spiritualitas, yang menjadi penopang makna dan kekuatan hidup. Batangnya menjulang tegak — itu kehidupan sosial, tempat manusia saling bersandar dan bernaung. Ranting dan daunnya menyebar lebar — itu ekologi, menyaring udara, memberi buah, dan meneduhkan bumi. Namun, apa jadinya jika akar mulai keropos, batang retak, dan daun gugur satu per satu? Begitulah dunia kita hari ini. Akar spiritual mulai kehilangan air iman, batang sosial penuh luka ketimpangan, dan daun-daun ekologis mengering dalam panas kerakusan. Jika kita ingin menyelamatkan pohon kehidupan ini, maka tak cukup hanya menyirami daunnya — kita harus menyentuh akarnya, menguatkan batangnya, dan merawat seluruh jaringannya dengan cinta dan kesadaran. Inilah saatnya kita merenung: apakah kita masih merawat pohon kehidupan, atau diam-diam menebangnya dengan ketidaktahuan kita sendiri?

I. Ontologi (Hakikat atau Keberadaan)

Ontologi membahas "apa yang ada" — dalam konteks ini: hakikat dari kesenjangan ekologi, sosial, dan spiritual.

1. Kesenjangan Ekologi

  • Hakikatnya adalah ketimpangan relasi antara manusia dan alam.
  • Timbul karena eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan.
  • Ekosistem dianggap sebagai objek mati yang dapat dimanfaatkan semaunya, bukan sebagai sistem hidup yang saling terhubung.
2. Kesenjangan Sosial

  • Merupakan perbedaan signifikan dalam akses terhadap sumber daya, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan antara kelompok masyarakat.
  • Hakikatnya mencerminkan struktur sosial yang tidak adil, ketimpangan ekonomi, dan lemahnya solidaritas.
  • Diperkuat oleh sistem kapitalistik, nepotisme, dan ketidaksetaraan kebijakan.
3. Kesenjangan Spiritual

  • Hakikatnya adalah kekosongan makna hidup, kehampaan batin, dan jauhnya manusia dari nilai-nilai ilahiah.
  • Tercermin dalam meningkatnya depresi, gaya hidup hedonistik, serta lunturnya nilai moral dan empati.
  • Relasi vertikal dengan Tuhan (transenden) menjadi lemah, dan relasi horizontal dengan sesama menjadi dangkal.
II. Epistemologi (Asal-Usul dan Cara Memahami)

Epistemologi membahas bagaimana pengetahuan tentang kesenjangan-kesenjangan ini diperoleh dan dipahami.

1. Kesenjangan Ekologi

  • Diketahui melalui sains lingkungan, observasi ekosistem, data perubahan iklim, dan kerusakan biodiversitas.
  • Pengetahuan ini juga bersumber dari kearifan lokal, spiritualitas ekologis, dan teks-teks keagamaan yang menekankan amanah manusia sebagai khalifah bumi.
2. Kesenjangan Sosial

  • Diperoleh dari studi sosial-politik, data statistik kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan mobilitas sosial.
  • Didalami melalui pendekatan kritis terhadap struktur kekuasaan dan distribusi sumber daya.
  • Media, riset, dan pengalaman hidup kelompok marjinal menjadi sumber pengetahuan yang penting.
3. Kesenjangan Spiritual

  • Dipahami melalui pengalaman batin, refleksi diri, literatur keagamaan, dan krisis eksistensial manusia modern.
  • Ilmu psikologi transpersonal dan tasawuf (atau spiritualitas lintas agama) memberikan kerangka untuk memahami kekosongan spiritual.
  • Kesenjangan ini kadang tak terdeteksi oleh ilmu empirik, tetapi sangat nyata dalam gejala sosial.
III. Aksiologi (Nilai dan Tujuan)

Aksiologi menjawab: “Untuk apa pengetahuan tentang kesenjangan ini?” — yaitu bagaimana seharusnya manusia bersikap.

1. Kesenjangan Ekologi

  • Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran ekologis, keadilan ekologis (ecological justice), dan tanggung jawab etis terhadap alam.
  • Menuntut perubahan nilai: dari eksploitatif menuju keberlanjutan, dari dominasi menuju harmoni.
  • Aksiologinya adalah perlindungan terhadap bumi sebagai amanah Tuhan.
2. Kesenjangan Sosial

  • Nilainya adalah keadilan sosial, kesetaraan, dan pemberdayaan kelompok rentan.
  • Memunculkan gerakan solidaritas, redistribusi kekayaan, dan advokasi kebijakan inklusif.
  • Tujuan akhirnya: tatanan masyarakat yang beradab, tidak menindas, dan saling peduli.
3. Kesenjangan Spiritual

  • Menumbuhkan kembali nilai-nilai transendental: cinta, syukur, sabar, keikhlasan, dan pengabdian.
  • Mendorong manusia untuk hidup bermakna, tidak hanya mengejar materi, tapi juga keselarasan jiwa.
  • Nilai-nilai agama dan spiritual menjadi panduan untuk merawat relasi dengan Tuhan, manusia, dan alam.
Integrasi Ketiga Kesenjangan

Kesenjangan ekologi, sosial, dan spiritual bukanlah fenomena yang terpisah, tetapi berkelindan secara sistemik. Kerusakan lingkungan memperdalam kemiskinan; ketimpangan sosial memicu alienasi spiritual; kekosongan makna hidup melahirkan gaya hidup konsumtif yang merusak ekosistem.

Untuk itu, perlu:

  • Pendekatan holistik yang memadukan etika ekologi, keadilan sosial, dan kebangkitan spiritual.
  • Transformasi paradigma dari antroposentris ke ekosentris dan teosentris.
Pendidikan dan praktik hidup yang menyatukan logika, empati, dan spiritualitas sebagai jalan pembebasan. 

Penulis: 
Eep Saepul Hayat, M.Pd
Guru PAI SMPN Ekologi Kahuripan Padjajaran

Bagaimana Kesan Anda?

Berikan suara Anda untuk membantu kami meningkatkan pengalaman pengguna.

Sangat Buruk

Sangat Buruk (0%)

Buruk

Buruk (0%)

Cukup

Cukup (0%)

baik

Baik (0%)

Sangat baik

Sangat Baik (100%)