image

Admin Dinas Pendidikan

04 Agustus 2021

1707x Dilihat
Belajar Daring : Keniscayaan Yang Menyenangkan

 

Oleh : Widdy Apriandi

(Penulis adalah Redaktur Website Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta)

Malam tadi (03/08), ada kesempatan diskusi ringan dengan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik), H. Purwanto di kediamannya. Di teras rumah, sambil minum kombucha yang dihidangkan, obrolan mengalir santai tapi berisi. 

Salahsatu poin yang disinggung adalah soal pembelajaran daring alias online di masa pandemi. Model pembelajaran ini dikeluhkan banyak pihak. Katakanlah, disebut tidak efektif, memberatkan orang tua, dan banyak lagi. Hingga, pada akhirnya, ada kecemasan kolektif yang di-istilah-kan "learning loss" (potensi kurang pembelajaran : pen). Kasarnya, kira-kira adalah bahwa belajar daring tidak akan bikin siswa jadi pintar--sebagaimana menjadi harapan bersama.

Pertanyaannya, apa iya secara objektif memang begitu halnya? Atau, jangan-jangan learning loss sebetulnya adalah subjektifitas semata yang disepakati bersama?

BELAJAR DARING ADALAH NISCAYA

Berkali-kali (dan setiap kali itu saya setuju), Kadisdik Purwanto menegaskan bahwa belajar daring adalah keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Pasalnya, peradaban hari ini makin ekstrem bergerak ke arah digital. Semenjak banyak inovasi teknologi baru bermunculan.

Atas dasar itu, hal-hal yang bersifat konvensional akan terpinggirkan dengan sendirinya. Terlebih, dari sisi kemanfaatan : produk-produk konvensional tidak akan mampu lagi mengikuti kondisi zaman yang menuntut kecepatan dan fleksibilitas. 

Nah, dengan demikian, apakah para pelaku pendidikan dan masyarakat pada umumnya masih akan keukeuh bertahan dengan pendekatan konvensional? Kalau iya, maka jangan menyesal di kemudian hari bangsa ini akan menjadi bangsa bodoh dan tertinggal. Saya mah tidak mau.

Karena itu, sekali lagi, saya selalu setuju dengan perspektif Kadisdik Purwanto. Belajar daring adalah keniscayaan. Jangan dilawan. Melainkan, disikapi dengan adaptasi oleh semua pihak yang berkepentingan.

BELAJAR DARING MENYENANGKAN

Banyak nilai plus dari pembelajaran daring. Hal ini saya rasakan betul secara pribadi. 

Masa pandemi membuat saya banyak belajar. Diantaranya, ikut kursus brevet pajak A&B. Bisa anda tebak sendiri bagaimana model pembelajarannya? Ya. Daring!

Secara kasuistis, salahsatu keuntungan belajar daring adalah materi rekaman (recorded) pembelajaran. Hal ini menyenangkan. Sebab, kita bisa belajar lagi kapan saja. Bandingkan dengan belajar tatap muka. Kecuali anda rajin mencatat, maka akan ada 'jejak' pembelajaran yang anda dapat. Tapi, bagaimana jika tidak? Besar kemungkinan lewat (dan lupa) begitu saja.

Keunggulan lainnya adalah ekonomis. Ya, belajar daring memangkas ongkos belajar. Pada kasus kursus saya misalnya, jika saya harus tatap muka maka saya harus berangkat ke Jakarta seminggu sekali. Belajar dari pagi hingga sore hari. Untuk itu, maka sekurang-kurangnya saya mengeluarkan ongkos transport pulang pergi, makan, dan jajan. Angka yang tidak sedikit tentu saja. 

Belajar daring memangkas biaya itu semua. Saya tidak perlu keluar ongkos jalan. Makan seperti biasa di rumah, dan tidak perlu jajan. Hemat sekali!

Nah, dari kasus ini, saya bingung dengan orang yang ngeluh dengan belajar daring. Apa lebih senang keluar duit banyak? Say sih ngga.

Selanjutnya, saya membayangkan implikasi yang jauh lebih besar lagi. Yaitu, bahwa belajar daring hanya membutuhkan koneksi internet stabil dan gawai (gadget) saja untuk terlibat kelas virtual. Tidak perlu bangunan fisik berikut sarana dan pra-sarananya.

Hal ini jelas saja strategis dari sisi makna dan kegunaannya. Bayangkan berapa banyak anggaran publik untuk pos pendidikan yang bisa dihemat setiap tahunnya? Anggaran tersebut lalu bisa dialokasikan untuk pos-pos lain yang jauh lebih krusial.

Jadi, masih ada alasan lagi untuk ngeluh seputar belajar daring? Hmm...


Purwakarta, 3 Agustus 2021

 

Dibuat di rumah Pak Kadis

Bagaimana Kesan Anda?

Berikan suara Anda untuk membantu kami meningkatkan pengalaman pengguna.

Sangat Buruk

Sangat Buruk (0%)

Buruk

Buruk (0%)

Cukup

Cukup (0%)

baik

Baik (0%)

Sangat baik

Sangat Baik (100%)