04 Maret 2019
Disdik.purwakartakab.go.id -- Putus sekolah adalah sebuah masalah serius dan harus ditangani bersama, lebih serius lagi “jika” kasus putus sekolah menimpa siswa peserta UNBK kelas IX SMP. Pengalaman penulis yang kebetulan mengajar di tingkat SMP yang tak habis pikir ada siswa kelas IX SMP yang “meminta” berhenti atau putus sekolah jelang UNBK dengan alasan tidak masuk akal : malas dan tidak mau lagi sekolah. Bukannya hal ini tak boleh dibiarkan? Lalu sebenarnya faktor apa yang bisa menyebabkan siswa tersebut ingin putus sekolah?
Pemerintah pusat dan daerah sudah berusaha untuk mengurangi jumlah anak putus sekolah tetapi dibutuhkan bantuan dan dukungan dari masyarakat luas untuk bersama-sama mencegah anak putus sekolah. Selama ini pemerintah berusaha mengurangi jumlah anak putus sekolah dengan dengan memberikan bantuan beasiswa bagi sehingga siswa yang memperoleh beasiswa berhasil menyelesaikan pendidikan.
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2011, siswa yang masuk SD pertahun berjumlah lebih dari 5 juta tetapi siswa yang lulus SMA/SMK/MA hanya sekitar lebih dari 2 juta. Sekitar 3 juta siswa tidak dapat menamatkan pendidikannya sampai SMA/SMK/MA. Ada siswa yang berhasil menamatkan pendidikan SMP/MTs dan ada siswa yang bersekolah sampai SD/MI. Sebagian besar putus sekolah terjadi sewaktu peralihan dari bangku SD ke SMP atau terjadi pada saat di SMP. Di Indonesia, sebagian besar siswa (99%) menamatkan pendidikan dasar (SD). tetapi mereka tidak melanjutkan ke SMP atau putus sekolah di jenjang SMP dan SMA.
Berdasarkan jumlah putus siswa sekolah terbanyak terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua dan Papua Barat, NTB serta NTT. Anak usia sekolah sebaiknya berada di sekolah, apabila ada anak usia sekolah tidak berada di sekolah maka mereka akan berada dalam lingkungan masyarakat yang kemungkinan besar lingkungan masyarakat negatif. Beberapa dari mereka belum siap untuk bekerja tetapi harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Siswa yang putus sekolah itu terjadi pada siswa kelas V (lima) dan kelas VI (enam) serta kelas VIII ( delapan) dan IX ( sembilan ) SMP. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi siswa putus sekolah di sekolah dasar diantaranya: ( satu ) Lingkungan sekolah yang tidak menyenangkan dan model pembelajaran yang diterapkan guru sangat menjenuhkan ( dua ) Lemahnya motivasi orangtua siswa ( tiga ) Lemahnya hubungan komunikasi guru dengan orang tua / wali siswa, keberhasilan pendidikan dan pengajaran ditentukan juga oleh ikatan hubungan yang kuat antara pihak sekolah, pemerintah dan masyarakat. ( empat ) Tingkat pendidikan orang tua siswa yang rendah dan faktor kemiskinan.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi siswa putus sekolah di sekolah dasar maka diperlukan penanggulangan yang serius serta konkrit dari semua pihak yaitu (satu) Menanamkan pentingnya pendidikan dengan cara konkret sekolah dan guru menyediakan ruang pertemuan antara pihak sekolah dengan komite serta seluruh orang tua siswa untuk membahas pentingnya siswa bersekolah serta hambatan-hambatan yang di alami siswa untuk mengembangkan potensinya. (dua) Adanya model Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) dimana merupakan model pembelajaran yang guru bisa mengkondisian proses belajar dengan suasana yang sedemikian rupa sehingga siswa terlihat aktif dalam bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan, kreatif serta inovatif dalam mengeksplorasi kemampuan dan ide-idenya. Secara lebih spesifik, model PAIKEM ini sangatlah menuntut guru untuk lebih mengaplikasikan keprofesionalannya, yang mana guru harus bisa membangun motivasi siswa untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan komponen kognitif, apektif dan psikomotornya dengan penekanan pada belajar melalui berbuat atau melakukan.
Guru juga harus mempersiapkan alat peraga dan mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik serta menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif termasuk cara belajar kelompok. Ada satu lagi model pembelajaran yang bisa diterapkan yaitu CTL ini cara kerjanya lebih kepada kinerja otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan cara menghubungkan muatan akademis atau pengetahuan di dalam kelas dengan konteks kehidupan sehari-hari. (tiga) Penyelenggaraan kegiatan Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN) yang dilaksanakan secara rutin, seperti HUT RI, Hadiknas, Milangkala sekolah, Hari Kesaktian Pancasila, Hari Pahlawan dan hari-hari penting lainnya dengan diisi berbagai perlombaan yang menyenangkan dan bersifat edukatif yang pada akhirnya kegiatan ini tentu akan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. ( empat ) Menjelaskan dan menamkan PP. No. 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan menjelaskan pula Undang-Undang Perlindungan Anak No 35 Tahun 2014 diantaranya banyak disebutkan tentang kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya termasuk juga hak-hak yang wajib diperoleh anak. Penyampaian mengenai implementasi peraturan-peraturan perundang-undangan diatas akan sangat berimplikasi positif terhadap kesadaran para orang tua siswa untuk konsisten menyekolahkan anaknya hingga lulus setidaknya sampai tingkat SLTP, sehingga anak tidak bisa putus sekolah. Semoga.
Penulis : Isep Suprapto
Staf Pengajar pada SMPN 2 Plered