Moderasi Beragama sebagai Sarana Pemersatu Bangsa

Jumat, 03 Sep 2021 | 12:34:34 WIB - Oleh Nurdin Cahyadi | Dibaca 15468


Moderasi Beragama sebagai Sarana Pemersatu Bangsa
   

Oleh : VICKY PRATIWI
(Guru PAI SDN 2 Cikopo Bungursari Purwakarta)

​​​​

disdik.purwakartakab.go.id -- Indonesia adalah negara dengan sejuta keberagaman. Keberagaman yang ada telah menjadi simbol persatuan dan dikemas dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Oleh karena itu, kita harus menjaganya agar tetap utuh dan harmonis. Sebagai warga negara yang baik, kita harus tetap menjaga persatuan dan kesatuan dengan menganut paham toleransi. Jangan sampai Indonesia terpecah-belah akibat isu-isu negatif. Ingat kata pepatah, “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Indonesia adalah negara yang religius. Hal itu dibuktikan dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Kebebasan dalam beragama dijamin dalam UUD 1945 pasal 29 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya. Agama adalah sistem keyakinan kepada Tuhan. Kebebasan beragama dijamin oleh UUD Negara RI Tahun 1945. Agama yang diakui secara sah di Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Keberagaman agama ini tidak menghalangi persatuan dan kesatuan bangsa karena menganut agama merupakan hak asasi manusia dan dijamin oleh UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28E ayat (1).

Namun, Kehidupan beragama di Indonesia akhir-akhir ini mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. Semua dikarenakan konflik sosial berlatarbelakang agama yang terus muncul ditengah-tengah masyarakat. Mulai dari kasus penistaan agama, perusakan rumah ibadah, ujaran kebencian, saling mendeskriditkan antara satu umat dengan umat yang lain, terorisme, serta bom bunuh diri. Di suatu waktu, misalnya, kita disibukkan dengan sikap ekslusif menolak pemimpin urusan publik dikarenakan beda pemahaman akibatnya masyarakat berkelahi. Ada lagi sekelompok orang yang ingin mengganti ideologi negara, yang sudah menjadi kesepakatan bersama bangsa kita. Ada lagi yang lebih mengkhawatirkan yaitu seruan atas nama jihad agama untuk mengkafirkan sesama, bahkan boleh membunuh, menghunus pedang, memenggal kepala dan menghalalkan darahnya.

 Fenomena-fenomena tersebut mau tidak mau semakin mempertajam sentimen keagamaan di Indonesia. Tajamnya sentimen keagamaan menjadikan bangsa terkotak-kotak berdasarkan agama dan kepercayaan. Membuat rasa kekeluargaan, persatuan, dan kerukunan bangsa menjadi renggang. Mustahil kita bisa menyatukan cara pandang keberagaman umat beragama di Indonesia. Namun, membungkamnya pun tidak akan mungkin, karena itu bagian dari kebebasan ekspresi beragama. Membiarkannya tanpa kendali akan lebih gawat lagi karena keragaman pandangan yang ekstrim bisa membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Lalu bagaimana kita menyikapi fenomena ini? Jawabannya, yaitu dengan “Moderasi Beragama”. Baru-baru ini Kementerian Agama Republik Indonesia menggaungkan pesan “Moderasi Beragama” sebagai solusi dalam menyikapi fenomena beragama yang terjadi di Indonesia pada saat ini. 

Kata “Moderasi Beragama”, nyatanya masih asing ditelinga masyarakat Indonesia. Prof. Dr. Oman Fathurahman, M. Hum (Ketua Kelompok Kerja Moderasi Beragama Kementerian Agama Republik Indonesia) menjelaskan bahwa, secara bahasa moderat berasal dari Bahasa Latin Moderatio yang artinya ke-sedang-an, tidak lebih dan tidak kurang, alias seimbang. Moderat merupakan kata sifat, turunan dari kata moderation, yang berarti tidak berlebih-lebihan atau sedang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata Moderasi didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan atau penghindaran keekstreman. Ekstrem yang dimaksud disini adalah melampaui batas dan ketentuan syariat agama.

Dalam Bahasa Arab, padanan moderasi adalah wasath atau wasathiyah, yang berarti tengah-tengah. Kata ini mengandung makna I’tidal (adil) atau tawazun (berimbang). Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan atau menghindari keekstriman dalam cara pandang, sikap dan praktik beragama.

Jika dirumuskan, moderasi beragama itu adalah cara pandang, sikap dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip adil, berimbang dan mentaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

Apabila kita telusuri sejarah, moderasi beragama sebenarnya telah diterapkan sejak awal dibentuknya negara Indonesia. Pada saat penyusunan ideologi bangsa, ada kompromi  cantik  antara nasionalisme dan Islamisme. Maka diambillah jalan tengah yakni ideologi Pancasila,  yang bukan negara agama dan bukan negara sekuler, tapi semua pemeluk agama bebas melaksanakan ajarannya masing-masing. Pancasila dianggap sebagai hasil  kompromi darul mitsaq meminjam istilah NU atau  darul ‘ahdi  wasy syahadah  meminjam istilah Muhammadiyah atau nasionalisme tauhid meminjam istilah Soekarno.  Dikenal pula 4 pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI. Agama-agama berfungsi  menjadi sumber nilai, sumber moral  yang secara subtansi integral  mewarnai    kehidupan berbangsa dan bernegara, negara bersama. Pada dasarnya semua agama mengajarkan nllai-nilai kerukunan, menolak ujaran intoleransi. Begitupun watak budaya  bangsa Indonesia adalah ramah, suka bergotong royong.

Zaman sekarang dengan alam demokrasi, kebebasan berbicara, masuknya aliran trans nasional,  keterbukaan informasi misal media sosial. Semua orang seakan bebas berbicara di ruang publik (public space), seakan orang bebas menshare (public share), sehingga terjadi “perang” informasi yang berwujud pada opini publik (public opinion) bahkan post truth.

Pada dasarnya masing-masing aliran dan kelompoknya  sudah punya website sendiri-sendiri termasuk kelompok moderat, tapi keadaan menjadi tidak berimbang ketika ada hoaks yang mengadu domba, fitnah, ujaran provokasi, ujaran kebencian, mudah mengkafirkan/menyesatkan orang.  Supaya kembali seimbang  perlu check and recheck,  mengkritisi  sumber dan kontennya, saring sebelum sharing. Boleh juga menambah lagi aspek konten moderat.

Terkait dengan peradaban kemanusiaan Global, Seringkali terjadi seseorang manusia dibenci karena faktor etnis, agama, gender dan lain-lain. Yang sering dilupakan bahwa sisi seseorang sebagai sama-sama sebagai manusia yang seyogyanya saling menghormati sering terlupakan, terdinding oleh baju etnis, agama, gender   dan lain-lain. Padahal dalam ajaran Islam,  manusia sesuatu yang sangat dimuliakan, wa laqad karramnaa banii  aadam.

Secara bersamaan tentu kita tak bisa mentolerir kasus LGBT atas dasar HAM karena bisa merendahkan derajat manusia yang justru dalam agama sangat dimuliakan itu. Berbagai prilaku menyimpang layak dijauhi dengan berbagai pendekatan,   sehingga seseorang bisa kembali menjadi manusia yang sangat dimuliakan itu atau juga  bisa menyelamatkan manusia yang lain dari ketularan prilaku menyimpang tadi. Dalam moderasi beragama terkait globalisasi maka kita bisa menerima yang sesuai dengan agama dan budaya bangsa dan menolak  atau memfilter secara bijak cara pandang, sistem nilai yang tidak sesuai dengan agama dan budaya bangsa, sambil berdakwah.

Manusia adalah makhluk sosial, suka hidup bersama  dan suka bekerjasama dalam keragaman. Suka saling  tolong menolong, saling membantu, saling memberi manfaat antara satu dengan yang lain. Manusia pada dasarnya bersaudara. Kata ukhuwwah terkait dengan makna saudara kandung. Ada istilah ukhuwwah Islamiyyah, ukhuwwah wathaniyyah, ukhuwwah insaniyyah.

Di tengah pandemi seperti sekarang ini, sikap moderasi beragama sangat diperlukan. Rektor UIN Prof Dr Moh Mukri Mag, pada kajian virtual yang diselenggarakan Pusat Kajian Moderasi Beragama (PKMB) UIN Raden Intan Lampung menjelaskan bahwa dalam kondisi pandemi, tips mengaplikasikan sikap moderat dalam beragama ada 4 cara diantaranya yaitu pertama,  bersabar menghadapi musibah Covid-19. “Sabar merupakan manifestasi keyakinan teologis (akidah) yang diimplementasikan dalam sikap (Akhlak) menghadapi praksis kehidupan sehari-hari,” terangnya. Kedua, mengikuti anjuran pemerintah, pakar dan pihak berwenang dalam penanganan Covid-19. Ketiga, mengutamakan keselamatan manusia sesuai dengan kaidah fikih Dar’ul Mafasid Aula Min Jalbil Masholih atau menghilangkan kemudharatan itu harus didahulukan ketimbang mengambil manfaat. Keempat, tolong menolong dalam mengatasi Covid-19 dan dampaknya. “Tolong menolong harus ikhlas tanpa dibatasi suku, agama dan status sosial. Ini merupakan perwujudan dalam memperkokoh Ukhuwah Isamiyah, Basyariyah, dan Wathaniyah”, tegasnya.

Jadi, Moderasi Beragama merupakan perekat antara semangat beragama dengan komitmen berbangsa dan bernegara. Moderasi beragama harus kita jadikan sebagai sarana pemersatu bangsa. Melalui moderasi beragama pula, mari kita jaga persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia demi tercapainya peradaban tinggi, budaya tinggi, keamanan,  toleransi tanpa kekerasan, santun, perdamaian, hidup bersama dan bekerjasama dalam keragaman,  memberi keberkahan dan kebermanfaatan, keadilan, kemajuan,  sejahtera lahir batin, bahagia lahir batin,  seperti  bayang-bayang   gambaran perumpamaan  surga di akhirat kelak.
Karangmukti, Jum’at, 03 September 2021 Pukul 00.06 WIB



Kamis, 02 Sep 2021, 12:34:34 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 78 View
Carita Malem Jumaah
Kamis, 02 Sep 2021, 12:34:34 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 1138 View
PERINGATI HARI JADI PURWAKARTA SISWA RAMAI-RAMAI SURATI BUPATI
Senin, 30 Agu 2021, 12:34:34 WIB Oleh : Nurdin Cahyadi 11057 View
Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Dimulai 6 September

Tuliskan Komentar
INSTAGRAM TIMELINE